SELAMAT DATANG

ASLKM ,,,,

LAZ AR-RAHMAH MAKASSAR YANG BERGERAK DALAM BIDANG PENGUMPULAN DAN PENDISTRIBUSIAN ZAKAT, INFAQ,DAN SEDEKAH, MENAWARKAN KEPADA BAPAK, IBU, SAUDARA, TEMAN-TEMAN UNTUK MENJADI DONATUR DI LEMBAGA KAMI..BAGI YANG BERMINAT BISA MENGHUBUNGI KAMI DI NO

.0411 514 810

(082188950648),,

(085 256 668 824)

BISA DIJEMPUT ATAU MELALUI REKENING BANK MUAMALAT (ZISWAF) : 801.13157.22 A.N PRIHASTUTI BDN LAZ AR-RAHMAH

"SEMOGA ALLAH MEMBERIKAN PAHALA ATAS APA YANG ANDA BERIKAN DAN MEMBERIKAN KEBERKAHAN PADA REZEKI YANG TERSISA "( HR.NASA'I )

ALAMAT KANTOR : JL.PAJJAIYANG NO.17 B DAYA KEC.BIRINGKANAYYA MAKASSAR

Email : lazarrahmah@gmail.com

Senin, 30 April 2012

TENTANG LEMBAGA KAMI

Sepatah Kata .. Assalamu alaikum Wr.Wb Para Dermawan yang dirahmati oleh Allah SWT Telah kita fahami bersama bahwa zakat merupakan salah satu pilar kebangkitan ummat, karena selain sebagai kewajiban yang harus ditunaikan zakat juga menjadi pilar kebangkitan ekonomi ummat. Begitu besarnya potensi zakat dapat melebihi pendapatan asli daerah jika seandainya seluruh muslim menunaikan kewajibannya membayar zakat sesuai dengan syariah Potensi zakat yang besar jika didistribusikan dengan amanah untuk kemakmuran ummat, pada akhirnya akan mengangkat harkat dan martabat ummat. Disisi lain zakat yang kita keluarkan dengan penuh keikhlasan akan mendatangkan pahala/rizki dari Allah dengan jumlah yang berlipat ganda dari yang kita keluarkan Semoga kehadiran kami, dapat memberikan andil bagi kebangkitan ummat khususnya memberikan andil dalam peningkatan perekonomian Ummat di Indonesia khususnya untuk masyarakat Sulawesi Selatan Wassalamu ‘alaikum Wr.Wb Direktur Profil LAZ Ar-Rahmah adalah lembaga Amil Zakat yang berkedudukan di Sulawesi Selatan Berkantor pusat di Makassar. LAZ Ar-Rahmah merupakan pengembangan dari divisi ZISWAF yayasan Ar-Rahmah yang selama ini mempunyai bidang tugas mengumpulkan dan mendistribusikan zakat, infaq, shodaqoh, dan wakaf dari para Muhsinin Visi Menjadi LAZ yang terpercaya dan paling dikenal oleh masyarakat Sulawesi Selatan. Misi 1. Melayani ummat dalam pengumpulan dan distribusi zakat, infaq,, shodaqoh, wakaf, dan fidyah 2. Pemberdayaan ummat dalam segi ekonomi, pendidikan, dan Sosial 3. Menjadi salah satu pilar syiar Islam dan menjadi mitra dalam pembangunan masyarakat
Stuktur Organisasi Dewan Pembina : Mustamar, M.Pd M. Taslim Dewan Syariah : Dr.H.Hasanna Lawang,LC,M.Ag Abdurrahman Sakka, Lc. M.Pdi Komisi Pengawas : Syaefuddin, Ak. Pengurus Harian Direktur : Anwar Saifudin, Ak. Administrasi : Prihastuti, A.Md Bidang Program : Amirullah, S.Pt Ruslan Pawallang, S.E.Sy Bidang Marketing : Arif Fahruddin.S.Si Masram Sahabuddin Layanan - Jemput zakat - Via Relawan Ziswaf - Trnasfer Rekening Bank - SMS Replay - Donatur Tetap - Pendanaan Program Aktivitas A. Pengumpulan Dana Zakat Aktifitas LAZ dalam pengumpulan dana ZISWAF berupa program kerja sosialisasi kepada Muzakki dan Muhsinin yang potensial diantaranya: 1. Karyawan di Perusahaan swasta dan kantor pemerintah untuk intensifikasi zakatmaal/profesi 2. Memberdayakan Relawan untuk mensosialisasikan LAZ Ar-Rahmah kesemua kalangan 3. Kerjasama dengan lembaga atau baziz di lingkungan lembaga/perusahaan terkait program tertentu 4. Pembukaan pelayanan jemput zakat 5. Penyebaran bulletin Oase Rahmah ke Muzakki dan target Muzakki atau perusahaan B. Program distribusi ZISWAF 1. Penyaluran Zakat fitrah seluruhnya disalurkan di bulan Ramadhan ke semua kecamatan yang ada di kota Makassar 2. Zakat Maal dan zakat Profesi didistribusikan sebagiannya bersamaan dengan zakat fitrah dalam bentuk paket dan uang tunai 3. Fidyah telah didistribusikan seluruhnya bersamaan dengan zakat fitrah 4. Infaq terikat disalurkan sesuai yang diinginkan Muzakki, sedangkan infaq yang tidak terikat digunakan untuk membiayai program ZISWAF LAz Ar-Rahmah C. Program Pemberdayaan 1. Pendidikan - Beasiswa, Sarana dan prasarana Pendidikan - Kajian Keislaman 2. Dakwah - Pengutusan D’ai - Pelatihan Da’i 3. Santunan sosial - Bantuan Korban Musibah 4. Pemberdayaan Ummat - Bantuan Modal - Modal Bergulir - Pelatihan Life Skill  Program Santunan sosial : LAZ Ar-Rahmah telah menyalurkan bantuan kepada masyarakat yang membutuhkan meliputi pelayanan kesehatan gratis, bantuan anak panti asuhan, bantuan untuk korban bencana, dan bantuan duafa  Program pemberdayaan ummat : Bantuan Modal Usaha Kepada 39 orang pengusaha kecil di Makassar  Program Pemasaran : Distribusi bulletin kepada para Muzakki dan masyarakat muslim, mempromosikan LAZ Ar-Rahmah di berbagai event Panduan Ziswaf Muqaddimah Secara bahasa Zakat artinya tumbuh, bersih, berkembang dan berkah. Secara syariah zakat berarti kewajiban atas harta atau sejumlah harta tertentu yang dikeluarkan untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya dan pada waktu tertentu sesuai hukum syara’. Sedangkan Infaq adalah mengeluarkan harta yang mencakup zakat dan non zakat. Infaq ada yang wajib, ada yang sunnah. Infaq yang wajib meliputi zakat, kaffarat, dan nadzar. Adapun shadaqah secara bahasa artinya benar, secara syariah bermakna sebuah tindakan yang dapat menjadi bukti kebenaran iman seseorang. Kalau infaq hanya berkaitan dengan materi, maka shadaqah dapat berupa materi atau bukan materi. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW,”senyummu dihadapan saudaramu adalah shadaqah”. Keutamaan Zakat Salah satu keistimewaan islam dalam kaitannya dengan meraih kebersihan jiwa adalah perhatian yang seimbang antara unsur materi dan non materi. Kita bisa menjumpai sisi keistimewaan ini dalam perintah wajib zakat. “Ambillah sebagian harta (zakat) mereka untuk menyucikan (kotoran harta) & membersihkan (kotoran jiwa) mereka” (Q.S. 9:103). Zakat adalah sebuah amalan yang memiliki peran integral dalam pembinaan pribadi, keluarga, masyarakat, negara dan khalifah. Realisasi zakat secara benar dan menyeluruh mempunyai fungsi penting dalam mendidik rohani, mewujudkan keadilan sosial dan pertumbuhan ekonomi. Hukum Zakat Zakat merupakan pilar bagi tegaknya syariat Islam. Oleh karena itu zakat diwajibkan atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah yang diatur dengan jelas dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, sekaligus merupakan amal sosial yang dapat berkembang sesuai perkembangan ummat Macam-Macam Zakat ZAKAT FITRAH Adalah zakat yang wajib dikeluarkan bagi setiap muslim atas nama dirinya dan orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya (istri, anak, pembantu, dsb) kaya atau miskin, akil baligh atau belum. Sehubungan dengan berakhirnya bulan Ramadhan dan memiliki kelebihan dari kebutuhan primer keluarganya sehari semalam idul fitri. Adapun besarnya zakat adalah 1 sha’ bahan makanan pokok (kurma, gandum, beras, dll). Atau + 2,179 Kg, biasanya dibulatkan 2,5 Kg/3,5 Liter beras konsumsi sehari-hari FIDYAH Adalah dikenakan bagi orang yang tidak berpuasa Ramadhan disebabkan halangan (udzur) yang dibolehkan syariat. Maka diwajibkan bagi dirinya membayar fidyah, besarnya sesuai dengan lamanya orang tidak berpuasa dan menurut standar makanan satu porsi makan lengkap yang bisa dimakan satu porsi makan lengkap yang bisa dimakan sehari-hari. ZAKAT MAAl ( Harta Kekayaan) Adalah zakat atas harta kekayaan yang dikeluarkan dengan syarat : 1. Kepemilikan secara penuh 2. Mencapai nishob (batas jumlah minimal) 3. Telah berumur satu tahun (Khusus poin 1 a,b dan c di bawah) 4. Setelah dikurangi hutang 5. Kelebihan dari kebutuhan pokok minimal 6. Berkembang atau kemungkinan untuk berkembang. Adapun harta yang terkena zakat adalah : 1. Yang ada nashnya a. Emas dan perak (termasuk uang tabungan) b. Harta Perniagaan c. Binatang ternak (Sapi, Kerbau, Kambing) d. Hasil tanaman dan buah-buahan e. Hasil tambang dan temuan (Harta karun) 2. Yang di-istinbath-kan (dianalogikan) a. Saham b. Hasil Profesi c. Hasil Perseroan d. Barang-barang produktif, dsb. Adab menunaikan Ziswaf 1. Ikhlas dan tidak dengan cara membanggakan atau menyakiti hati orang lain 2. Memilih harta yang halal, paling baik, dan yang paling disenangi. 3. Untuk menghindari riya’, zakat disalurkan melalui amil zakat yang terpercaya 4. Mengucapkan doa (bagi Muzakki :” Ya Allah Jadikan harta ini sesuatu keuntungan jangan jadikan satu kerugian”. 5. Menyegerakan untuk mengeluarkan bila telah datang waktunya. 6. Menganggap kecil apa yang telah dikeluarkan.. Kelompok penerima ( Mustahik) 1. Fakir 2. Miskin 3. Amil (Pengelolah Zakat) 4. Muallaf (Baru masuk islam) 5. Gharib ( Memerdekakan Budak) 6. Gharimin ( Yang berhutang) 7. Fisabilillah (di jalan Allah) 8. Ibnu Sabil ( Dalam Perjalanan) Hikmah Zakat Zakat merupakan ibadah yang memiliki dimensi ganda,Yaitu transedental dan horizontal. Oleh karena itu, zakat memiliki banyak arti dan hikmah dalam kehidupan ummat, antara lain : 1. Menghindari kesenjangan sosial antara para aghniya’ (Orang kaya) dengan kaum dhuafa 2. Membersihkan diri dari keburukan akhlak 3. Alat pembersih harta dan penjagaan dari sifat tamak 4. Ungkapan Syukur atas nikmat Allah SWT 5. Mengembangkan potensi ummat 6. Dukungan moral dan finansial kepada muallaf Tabel Perhitungan Zakat No Jenis Harta Nishab Jumlah Zakat Keterangan 1 Emas 85 gr 2,5% Stlh berumur 1 Tahun Perak 595 gr 2,5% Stlh berumur 1 Tahun 2 Harta Perniagaan 85 gr emas 2,5% Stlh 1 Than,Nishab = ? Barang yang ada + laba 1 Tahun 3 Binatang Ternak Unta 5-9 1 10 - 14 2 15 - 19 3 Kerbau / Sapi 30 - 39 1 Umur 1 Tahun 40 - 59 1 Umur 2 Tahun 60 - 69 2 Umur 1 Tahun 70 - 79 2 Umur 1 Tahun & 2 Tahun Kambing 40 - 120 1 121 - 200 2 201 - 399 3 400 - 499 4 4 Hasil tanaman 1 Watsaq = 653 Kg gabah kering, atau 520 kg beras 5% Dengan Irigasi setiap panen 10% Tanpa irigasi setiap panen 5 Tambang 85 gr emas 2,5 % Setiap Mendapatkan Harta Temuan Tanpa nishab 20% Setiap Mendapatkan 6 Profesi Qiyas Keemas 85 gr 2,5 % Setelah 1 Tahun Qiyas Ke Tanaman 653 gr 2,5 % Setiap Mendapatkan 7 Saham 85 gr emas 2,5 % Harga saham + laba 8 Benda Produktif 653 Kg gabah 5% Dari Penghasilan Saja

Minggu, 29 April 2012

SEPUTAR ZAKAT

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana .” At-Taubah ayat 60 “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” At-Taubah ayat 103 “Kepada orang-orang fakir yang terikat di jalan Allah; mereka tidak dapat di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan , maka sesungguhnya Allah Maha Mengatahui.” Al – Baqarah ayat 273 “…agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu…” QS. Al Hasyr, 59:7 “…Jika mereka bertaubat dan mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Alloh Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang.” QS. At Taubah :5 “…Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan”. QS. Ar Ruum, 30:39 “Pada hari dipanaskan emas dan perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka : ‘Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu”. At Taubah ayat 35 Apa keutamaan zakat ? Mengapa di Indonesia zakat kurang mendapat perhatian daripada haji? Adakah hukum bagi yang mengingkari dan menolak zakat? Keutamaan zakat adalah: indikator tingginya keimanan seseorang (QS. 9 dan 11), mengundang pertolongan dan rahmat Allah SWT (QS. 22: 40-41 dan QS. 9: 71), membersihkan harta (QS. 9: 103), mengembangkan harta (QS 30: 39), dan mendistribusikan harta sehingga lenyap jurang antara kaya dan miskin (QS. 59: 7). Setidaknya ada dua hal pokok yang menyebabkan zakat “kalah” populer dengan haji. Pertama, kurangnya sosialisasi/dakwah seputar zakat. Kalaupun ada, informasinya sangat global dan kurang detail menginformasikan bagaimana cara menunaikan zakat secara benar. Kedua, masih kurangnya lembaga pengelola zakat, baik kuantitas maupun kualitas. Padahal, tidak sedikit orang yang mampu berzakat, masih bingung menyalurkan zakatnya. Bagi muslim yang tahu kewajiban zakat, kemudian mengingkarinya maka dia telah jatuh pada kekafiran (QS. 41:7-8). Hukumnya hukum orang yang murtad. Ada pun muslim yang menolak tidak mau membayar zakat di akhirat dia akan mendapat balasannya dan di dunia Imam berhak memeranginya sehingga dia mau membayar zakat atau Imam berwenang menyita sebagian hartanya sebagai hukuman. Zakat, kata yang mudah ditemukan dalam Al Qur’an namun menjadi fenomena asing dalam keseharian. Mengungkapkan kata “zakat” tidak semudah melaksanakannya. Yang le
bih penting lagi, sudahkah kita menghadirkan zakat dalam hati umat? Minimal dalam hati kita sebagai kaum muslim? Zakat merupakan sejumlah kadar tertentu dari harta yang dimiliki yang wajib diberikan kepada orang-orang yang berhak sebagaimana Allah subhanahu wata’ala firmankan dalam Surat At Taubah : 60 : Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. [At Taubah : 60] Hingga hari ini, masalah kemiskinan masih menjadi beban yang belum mampu diselesaikan. Kemiskinan menjadi sekat nyata dalam kehidupan bermasyarakat. Bukan menjadi rahasia lagi bahwa biaya yang menjadi kunci utama atas akses terhadap berbagai fasilitas selalu menjadi momok bagi kaum miskin. Seakan miskin dan kaya menjadi dasar atas ketegorisasi strata sosial yang memberikan kedua pihak ini jarak yang cukup terentang yang biasa kita sebut dengan kesenjangan sosial. Keterbatasan akses ini selanjutnya memperlebar jarak kesenjangan sosial yang memberikan dampak bukan sekedar pada strata sosial, namun juga pada tingkat pendidikan, kesehatan, ruang aktualisasi, dan sebagainya. Miskin menjadi identik dengan lemah, bodoh, sakit-sakitan dan tidak punya cukup ruang aktualisasi. Menjadi kabar gembira bagi sebagian orang bahwa pendapatan perkapita Indonesia saat ini lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya. Namun, menjadi pertanyaan besar bagi kita mengapa pertambahan pendapatan perkapita tidak diiringi pada pengurangan jumlah kaum miskin di Indonesia? Fenomena kemiskinan masih menggelayut di sudut jalan, kolong jembatan, tepi sungai, perumahan kumuh, dan sudut-sudut yang tidak pernah terbayangkan kaum kaya. Sebagian dari jawaban atas pertanyaan ini adalah harta tersebut terakumulasi pada segolongan orang saja. Pertamabahan pendapatan perkapita hanya menjadi nilai rata-rata maya atas kesejahteraan masyarakat Indonesia. Hanya segolongan orang yang sedikit saja yang mengakses harta tersebut dan tidak sampai ke tingkat grass root. Golongan yang mendapat kesempatan untuk mengakses harta lebih perlu merubah paradigma. Harta sesungguhnya adalah beban, bukan keuntungan. Harta sesungguhnya adalah titipan, bukan dikuasai penuh dan proses memperolehnya adalah proses yang sangat besar campur tangan Allah subhanahu wata’ala, bukan hasil murni usaha sendiri. Status kepemilikan harta hanyalah sebagian dari takdir yang Allah subhanahu wata’ala tetapkan atas pembagian rezeki atas tiap manusia. Harta adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan bukan di hadapan Allah subhanahu wata’ala bukan sekedar dari mana asalnya, namun juga ke mana dibelanjakan harta tersebut. Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. [Fushilat : 6-7] Allah subhanahu wata’ala telah menempatkan manusia dalam keadaan paling optimal bagi tiap diri untuk beribadah. Golongan kaya seharusnya lebih banyak menunaikan zakat daripada golongan miskin atas hartanya yang telah mencapai nishab. Bisa jadi kesempatan untuk menunaikan zakat hari ini tidak akan terulangi lagi di waktu berikutnya. Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: “Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?” [Al Munafiqun : 10-11] Sahabat Abi Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam telah bersabda: “Barangsiapa diberi Allah harta kekayaan, sedangkan dia tidak mau mengeluarkan zakat, maka kelak pada hari kiamat harta itu akan menjadi ular besar lagi ganas yang’ akan melilit lehemya, seraya berkata: “Aku ini adalah hartamu yang tidak kamu zakati, dan aku ini adalah gedung tempatmu menyimpan harta.” Selanjutnya Rasulullah saw membaca ayat Al-Qur’an: “Janganlah kamu sekalian menyangka terhadap orang-orang kikir lagi bakhil dengan harta kekayaan yang telah Allah berikan kepada mereka bahwa hal yang seperti itu adalah baik buat mereka, tetapi kebakhilannya itu adalah sangat jelek buatnya, dan kelak harta kebakhilan mereka itu akan dikalungkan kepada mereka di hari kiamat.” [HR. Bukhari dan Muslim] Selain itu, golongan yang tidak mendapat kesempatan mengakses harta yang lebih juga harus merubah paradigma atas status. Tidak memiliki harta adalah berarti tidak banyak tanggungan. Kemiskinan tidak harus selalu dianggap sebagai cobaan yang harus dihindari, namun perlu juga disyukuri. Namun, bukan berarti golongan miskin harus mencukupkan diri dengan status saat ini karena Allah subhanahu wata’ala membuka lebar sekali ruang diskusi atas status seseorang hari ini dengan ikhtiar. Menjadi lebih baik hari esok adalah keniscayaan jika ada usaha dan Allah subhanahu wata’ala meridhainya. Islam tidak melarang umatnya menjadi kaya, namun Islam hanya tidak menghendaki dominasi segolongan manusia atas harta. Salah satu peran zakat dalam adalah pemerataan dengan mengurangi jarak antara golongan kaya dengan golongan miskin. bukan sekedar proses memberi dan menerima harta saja, namun juga proses silaturahim yang terjadi atas keduanya saja. Zakat melatih manusia untuk melihat realita di luar dirinya. Oleh karena itu, jika zakat bisa ditunaikan sebagaimana mestinya, maka kesenjangan sosial itu hampir tidak akan ada. Label kaya dan miskin hanya akan ada dalam ruang maya yang tidak akan menjadi dasar kategorisasi strata sosial dan menjadi variabel yang mempengaruhi akses sesorang terhadap fasilitas yang ada. Zakat menjadikan hati pemberi dan penerimanya tenteram. Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. [At Taubah : 103] Bagi yang kurang mengerti perhitungan zakat atas harta mereka atau tidak cukup waktu untuk menunaikan kewajiban zakat secara langsung, mereka bisa menitipkannya ke lembaga amil zakat. Saat ini telah banyak lembaga amil zakat milik pemerintah maupun swasta yang siap membantu menyalurkan zakat, infaq, sedekah maupun wakaf. Berbagai program yang memudahkan muzaki telah dibuat. Para muzaki-pun bisa ikut mengawasi penyaluran dana zakat mereka. Oleh karena itu, hampir tidak ada alasan untuk tidak menunaikan zakat. Apakah kita perlu menghadirkan zakat dalam hukum negara kita? Sebagaimana yang dilakukan Abu Bakar dengan memerangi orang yang malas menunaikan zakat. Mungkin sesekali kita perlu membayangkan kondisi di mana orang hampir tidak bisa menemukan tempat untuk menunaikan zakat karena hampir tidak ada golongan yang perlu disantuni. Ingat bagaimana ketika khalifah Umar bin Abdul Aziz memimpin. Rakyatnya tidak ada yang berada di bawah garis kemiskinan. Hingga tercipta kebingungan, ke mana uang zakat yang ada mau disalurkan? Itulah sekelumit teguran bagi kita. Berulang kali Allah subhanahu wata’ala menyebutkan perintah zakat dalam Al-Quran. Masihkah akan kita abaikan? Wallahu a’lam bish-showab.(Riz) Sahabat Ibnu Umar berkata, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam telah bersabda: “Wahai orang-orang Muhajirin, ada lima perkara yang apabila kamu diuji dengannya atau lima perkara itu menimpamu, maka segera mohonlah perlindungan kepada Al¬lah jangan sampai dirimu mengalaminya: Perzinaan yang dilakukan sekelompok orang secara terang-terangan, hingga mereka akan ditimpa kelaparan yang teramat sangat yang belum pernah dialami oleh generasi sebelumnya. Mengurangi ukuran dan timbangan dalam berjual beli, hingga mereka di¬timpa kekacauan berkepanjangan, ketidak adilan, dan kerakusan para penguasa. Tidak mau membayar zakat, hingga mereka di¬timpa kemarau panjang, dan sekiranya bukan karena kasihan kepada binatang niscaya mereka tidak akan diberi hujan. Merigingkari perintah Allah dan Rasul-Nya, sehingga mereka dikuasai oleh musuh-musuh Allah yang sangat kejam lagi sadis dalam memperkosa hak-hak mereka. Para penguasa tidak lagi menerapkan hukum sebagaimana yang digariskan Al-Qur’an, se¬hingga mereka ditimpa kehinaan yang tiada tara.” [HR. Baihaqi, Hakim, dan Ibnu Majah] Tambahan ayat pilihan: Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. [Al Baqarah : 262] Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan. [Al Baqarah : 245]

MENEBAR RAHMAH

KELUARLAH SAUDARAKU... Saudaraku….. Kau tahu bencana datang lagi Porak lagi negeri ini Hilang sudah selera orang-orang untuk mengharap Sementara jiwa-jiwa nelangsa itu Sudah sedari lama berbaris memanggil-manggil Keluar…keluar saudaraku Dari kenyamanan mihrabmu Dari kekhusyukan i'tikafmu Dari keakraban saudara-saudaramu Keluar…keluar saudaraku Dari keheningan masjidmu Bawalah ruh sajadahmu ke jalan-jalan Ke pasar-pasar Ke majelis dewan yang terhormat Ke kantor-kantor pemerintah dan pusat-pusat pengambilan keputusan Keluar…keluar saudaraku Dari nikmat kesendirianmu Satukan lagi hati-hati yang berserakan ini Kumpulkan kembali tenaga yang tersisa Pimpin dengan cahayamu kabilah nurani yang terlatih Di tengah badai gurun kehidupan Keluar…keluar saudaraku Berdiri tegak di ujung jalan itu Sebentar lagi sejarah akan lewat Mencari aktor baru untuk drama kebenarannya Sambut saja dia Sebab engkaulah yang ia cari (Anis Matta)

Senin, 23 April 2012

PANDUAN MENGUMPULKAN ZAKAT

Sebelum mengumpulkan zakat hendaknya kita memahami ha-hal sebagai berikut: 1- Syarat Berzakat Ada 2 syarat wajib zakat, yaitu yang pertama menyangkut orang dan yang kedua berkenaan dengan harta. Syarat yang berkenaan dengan orang yang wajib zakat, para ulama bersepakat bahwa mengeluarkan zakat itu wajib atas setiap muslim yang sudah baligh –dan berakal dan tidak wajib atas non muslim– karena zakat adalah salah satu rukun Islam. Ini berdasar pesan Rasulullah saw. kepada Mua’dz bin Jabal saat mengutusnya ke Yaman, “… beritahukan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan zakat yang diambil dari para orang kaya dan dibagikan kepada para orang fakir.” (muttafaq alaih). Artinya zakat adalah kewajiban yang tidak diwajibkan kepada seseorang sebelum masuk Islam. Meskipun zakat itu adalah kewajiban sosial yang dirasakan manfaatnya oleh seluruh masyarakat, tetapi saja zakat merupkan ibadah dalam Islam. Dan makna ibadah inilah yang lebih dominann sehingga tidak diwajibkan atas non muslim. Para ulama telah bersepakat bahwa zakat diwajibkan pula pada harta orang kaya muslim yang dalam kondisi gila. Walinya yang mengeluarkan zakat itu. Hal ini berdasar kepada ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi yang memerintahkan zakat mencakup seluruh orang kaya, tanpa mengecualikan anak-anak dan orang gila. Hadits Rasulullah saw., “Dagangkanlah harta anak yatim sehingga hartanya tidak dimakan zakat.” (Hadits ini diriwayatkan dari banyak jalur, yang saling menguatkan). Mayoritas para sahabat berpendapat demikian, di antaranya Umar dan anaknya (Abdullah ibnu Umar), Ali, Aisyah, dan Jabir r.a. Zakat adalah haqqul mal, seperti kata Abu Bakar r.a. dalam penegasannya saat memerangi orang murtad yang tidak mau membayar zakat. Dan haqqul mal diambil dari anak kecil dan orang gila. Karena zakat berkaitan dengan harta, bukan dengan personalnya. Pendapat ini dipegang oleh madzhab Syafi’i, Maliki, dan Hanbali. Sedangkan yang menyangkut harta, harta yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah harta yang telah memenuhi beberapa syarat, yaitu: 1. Kepemilikan penuh. Maksudnya, penguasaan seseorang terhadap harta kekayaan sehingga bisa menggunakannya secara khusus. Karena Allah swt. mewajibkan zakat ketika harta itu sudah dinisbatkan kepada pemiliknya. Perhatikan firman Allah swt. ini, “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka” (At-Taubah: 103) Karena itulah zakat tidak diambil dari harta yang tidak ada pemiliknya secara definitif. Seperti al-fa’i (harta yang diperoleh tanpa perang), ghanimah, aset negara, kepemilikan umum, dan waqaf khairi. Sedang waqaf pada orang tertentu, maka tetap kena wajib zakat menurut pendapat yang rajih (kuat)[1]. Tidak wajib zakat pada harta haram, yaitu harta yang diperoleh manusia dengan cara haram, seperti ghasab (ambil alih semena-mena), mencuri, pemalsuan, suap, riba, ihtikar (menimbun untuk memainkan harga), menipu. Cara-cara ini tidak membuat seseorang menjadi pemilik harta. Ia wajib mengembalikan kepada pemiliknya yang sah. Jika tidak ditemukan pemiliknya, maka ia wajib bersedekah dengan keseluruhannya. [2] Sedangkan hutang, yang masih ada harapan kembali, maka pemilik harta harus mengeluarkan zakatnya setiap tahun. Namun jika tidak ada harapan kembali, maka pemilik hanya berkewajiban zakat pada saat hutang itu dikembalikan dan hanya zakat untuk satu tahun (inilah madzhab Al-Hasan Al-Bashriy dan Umar bin Abdul Aziz) atau dari tahun-tahun sebelumnya (madzhab Ali dan Ibnu Abbas). 2. Berkembang. Artinya, harta yang wajib dikeluarkan zakatnya harus harta yang berkembang aktif, atau siap berkembang, yaitu harta yang lazimnya memberi keuntungan kepada pemilik. Rasulullah saw. Bersabda, “Seorang muslim tidak wajib mengeluarkan zakat dari kuda dan budaknya.” (Muslim). Dari hadits ini beberapa ulama berpendapat bahwa rumah tempat tinggal dan perabotannya serta kendaraan tidak wajib dikeluarkan zakatnya. Karena harta itu disiapkan untuk kepentingan konsumsi pribadi, bukan untuk dikembangkan. Dari ini pula rumah yang disewakan dikenakan zakat karena dikategorikan sebagai harta berkembang, jika telah memenuhi syarta-syarat lainnya. 3. Mencapai nishab, yaitu batas minimal yang jika harta sudah melebihi batas itu, wajib mengeluarkan zakat; jika kurang dari itu, tidak wajib zakat. Jika seseorang memiliki kurang dari lima ekor onta atau kurang dari empat puluh ekor kambing, atau kurang dari dua ratus dirham perak, maka ia tidak wajib zakat. Syarat mencapai nishab adalah syarat yang disepakati oleh jumhurul ulama. Hikmahnya adalah orang yang memiliki kurang dari nishab tidak termasuk orang kaya, sedang zakat hanya diwajibkan atas orang kaya untuk menyenangkan orang miskin. Hadits Nabi, “Tidak wajib zakat, kecuali dari orang kaya.” (Bukhari dan Ahmad) 4. Nishab itu sudah lebih dari kebutuhan dasar pemiliknya sehingga ia terbukti kaya. Kebutuhan minimal itu ialah kebutuhan yang jika tidak terpenuhi ia akan mati. Seperti makan, minum, pakaian, tempat tinggal, alat kerja, alat perang, dan bayar hutang. Jika ia memiliki harta dan dibutuhkan untuk keperluan ini, maka ia tidak zakat. Seperti yang disebutkan dalam firman Allah swt., “Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ‘Yang lebih dari keperluan.” (Al-Baqarah: 219). Al-afwu adalah yang lebih dari kebutuhan keluarga, seperti yang dikatakan oleh kebanyakan ahli tafsir. Demikian juga yang Rasulullah saw. katakan, “Tidak wajib zakat, kecuali dari orang kaya.” (Bukhari dan Ahmad). Kebutuhan dasar itu mencakup kebutuhan pribadi dan yang menjadi tanggung jawabnya seperti isteri, anak, orang tua, kerabat yang dibiayai. 5. Pemilik lebih dari nishab itu tidak berhutang yang menggugurkan atau mengurangi nishabnya. Karena membayar hutang lebih didahulukan waktunya daripada hak orang miskin, juga karena kepemilikan orang berhutang itu lemah dan kurang. Orang yang berhutang adalah orang yang diperbolehkan menerima zakat, termasuk dalam kelompok gharimin, dan zakat hanya wajib atas orang kaya. Hutang dapat menggugurkan atau mengurangi kewajiban zakat berlaku pada harta yang zhahir, seperti hewan ternak dan tanaman pangan, juga pada harta yang tak terlihat seperti uang. Syarat hutang yang menggugurkan atau mengurangi zakat itu adalah: a. hutang yang menghabiskan atau mengurangi nishab dan tidak ada yang dapat dugunakan membayarnya kecuali harta nishab itu. b. hutang yang tidak bisa ditunda lagi, sebab jika hutang yang masih bisa ditunda tidak menghalangi kewajiban zakat. c. Syarat terakhir, hutang itu merupakan hutang adamiy (antar manusia), sebab hutang dengan Allah seperti nadzar, kifarat tidak menghalangi kewajiban zakat. 6. Telah melewati masa satu tahun. Harta yang sudah mencapai satu nishab pada pemiliknya itu telah melewati masa satu tahun qamariyah penuh. Syarat ini disepakati untuk harta seperti hewan ternak, uang, perdagangan. Sedangkan pertanian, buah-buahan, madu, tambang, dan penemuan purbakala, tidak berlaku syarat satu tahun ini. Harta ini wajib dikeluarkan zakatnya begitu mendapatkannya. Dalil waktu satu tahun untuk ternak, uang, dan perdagangan adalah amal khulafaur rasyidin yang empat, dan penerimaan para sahabat, juga hadits Ibnu Umar dari Nabi saw., “Tidak wajib zakat pada harta sehingga ia telah melewati masa satu tahun.” (Ad-Daru Quthni dan Al-Baihaqi) 2- Zakat Hewan Hewan adalah salah satu jenis harta yang wajib dikeluarkan zakatnya. Hewan yang dikeluarkan zakatnya adalah onta, sapi, kerbau, dan kambing. Syarat zakat hewan ternak adalah: • Mencapai jumlah satu nishab, yaitu 5 onta, 30 sapi, dan 40 kambing. • Sudah melewati satu tahun, dan zakat hanya dikeluarkan setahun sekali. • Digembalakan di ladang yang boleh untuk menggembala. Sedangkan hewan yang dikandangkan (diberi makan di kandang dan tidak digembalakan), maka tidak wajib zakat kecuali menurut madzhab Maliki. • Tidak menjadi alat kerja, membajak, menyiram, atau membawa barang. Sebab jika dipekerjakan, statusnya lebih mirip menjadi alat kerja daripada kekayaan. 1. Zakat Onta Nishab onta adalah 5, maka barangsiapa memiliki 4 ekor onta, ia belum wajib zakat. Zakat wajibnya seperti dalam table berikut ini: Jumlah Zakat wajibnya 5 - 1 9 Seekor kambing 10 - 14 Dua ekor kambing 15 - 19 Tiga ekor kambing 20 - 24 Empat ekor kambing 25 - 35 1 bintu makhadh/anak onta yang induknya sedang hamil (usia > 1 tahun) 36 - 45 1 bintu labun/anak onta yang induknya sedang menyusui (usia > 2 tahun) 46 - 60 1 onta hiqqah (onta betina yang berumut > 3 tahun) 61 - 75 1 onta jadza’ah ( onta betina berumur > 4 tahun) 76 - 90 2 ekor onta bintu labun 91 - 120 2 hiqqah Lebih dari 120, maka setiap 50 ekor zakatnya satu hiqqah, dan setiap 40 ekor zakatnya satu bintu labun. Jika disimak ketentuan zakat onta yang kurang dari 25 ekor menggunakan kambing, ini berbeda dengan kaidah bahwa zakat itu diambilkan dari harta yang dizakati. Penggunaan kambing untuk zakat onta ini adalah salah satu bentuk keringanan dalam Islam terhadap pemiliki onta yang masih sedikit. 2. Zakat Sapi Zakat sapi hukumnya wajib berdasarkan As-Sunnah dan Ijma’. Hadits Abu Dzarr dari Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada seorangpun yang memiliki onta, sapi, atau kambing tetapi tidak membayar haknya, kecuali di hari kiamat akan datang lebih besar dan gemuk dari yang ada sebelumnya, kemudian menginjak-injak dengan kaki-kakinya, dan menyeruduk dengan tanduknya. Ketika sampai ke belakang bersambung dengan yang terdepan, sehingga diputuskan di tengah-tengah manusia.” (Bukhari) Sedang ijma’, seperti yang disebutkan penulis Al-Mughniy, dan menegaskan bahwa tidak ada seorangpun ulama yang menolak zakat sapi sepanjang masa (lihat Al-Mughniy Juz: II). Nishab sapi yang dipilih oleh empat madzhab adalah 30 ekor sapi. Kurang dari itu, tidak wajib zakat. Tiga puluh ekor sapi itu zakatnya seekor tabi’ (sudah berusia 1 tahun, dan masuk ke tahun kedua, disebut tabi’ -artinya ikut– karena ia masih mengikuti induknya), dan jika sudah mencapai jumlah 40 ekor, zakatnya seekor sapi musinnah (berusia 2 tahun dan masuk ke tahun ketiga, disebut musinnah -artinya bergigi karena sudah mulai tampak giginya). Dan jika sudah berjumlah 60 ekor, zakatnya 2 ekor anak sapi. Dan jika sudah berjumlah 70 ekor sapi, zakatnya satu ekor tabi’ dan satu ekor musinnah. Jika sudah berjumlah 80 ekor, zakatnya 2 ekor musinnah. Jika sudah mencapai 90 ekor, zakatnya 1 musinnah dan 2 ekor tabi’. Jika berjumlah 100 ekor sapi, zakatnya 2 musinnah dan 1 ekor tabi’. Dalil masalah ini adalah hadits Masruq dari Mu’adz bin Jabal. Muadz berkata, “Rasulullah saw. mengutusku ke Yaman, dan menyuruhku untuk mengambil setiap 30 ekor sapi, seekor tabi’ jantan atau betina, dan setiap 40 ekor zakatnya satu ekor musinnah.” Namun, Said bin Al Musayyib dan Ibnu Syihab Az Zuhriy berpendapat bahwa nishab sapi adalah sama dengan nishab onta, yaitu 5 ekor. Imam At-Thabari berpendapat bahwa nishab onta adalah 50 ekor. 4. Zakat Kambing Hukumnya wajib berdasarkan As-Sunnah dan Ijma’. Abu Bakar r.a. memberikan catatan kepada Anas r.a. tentang nishab hewan ternak, seperti yang telah disebutkan di depan. Al-Majmu’ (Imam An-Nawawi) dan Al-Mughni (Ibnu Qudamah) menyebutkan telah terjadi ijma’ tentang wajib zakat kambing. Besar zakat kambing seperti yang ditulis Abu Bakar r.a. dapat dilihat dalam table berikut ini: Mulai Sampai Besar zakat wajibnya 1 39 Tidak wajib zakat 40 120 Seekor kambing 121 200 Dua ekor kambing 201 299 Tiga ekor kambing 300 399 Empat ekor kambing 400 499 Lima ekor kambing Berikutnya setiap seratus ekor kambing zakatnya satu ekor kambing Perlu dicatat di sini, bahwa syariah Islam meringankan zakat kambing. Semakin banyak, zakatnya 1%, padahal persentase zakat yang lazim 2,5%. Hikmah yang tampak adalah, bahwa kambing itu banyak yang kecil karena dalam setahun ia beranak lebih dari sekali, dan setiap kali beranak lebih dari satu ekor, terutama domba. Kambing-kambing kecil ini dihitung, tetapi tidak bisa digunakan untuk membayar zakat. Dari itulah keringanan ini tidak menjadi kecemburuan pemilik onta dan sapi atas pemilik kambing. Sedangkan bilangan 40 pertama, wajib mengeluarkan zakatnya seekor kambing, karena di antara syaratnya -menurut yang rajah (kuat)– 4 ekor kambing itu telah dewasa. Dan inilah pendapat madzhab Abu Hanifah dan Asy-Syafi’i dalam membahas zakat seluruh hewan ternak. 3- Zakat hewan lain 1. Para ulama bersepakat bahwa kuda untuk transportasi dan jihad fi sabilillah tidak diwajjibkan zakat. Sedangkan yang diperdagangkan, wajib dikeluarkan zakat dagangan. Demikian juga kuda yang dikurung, tidak wajib zakat karena yang wajib dizakati adalah hewan yang digembalakan. 2. Sedangkan untuk kuda gembalaan yang dilakukan seorang muslim untuk memperoleh anaknya –kudanya tidak hanya jantan–, Abu Hanifah berpendapat tentang wajibnya zakat kuda ini, yaitu satu dinar setiap ekornya untuk kuda Arab, atau senilai 2,5% dari perkiraan harga kuda untuk kuda non Arab. 3. Jika kemudian berkembang jenis-jenis hewan baru yang menjadi peliharaan untuk pengembangan dan memperoleh hasilnya, seperti keledai, apakah ada kewajiban zakatnya? Para ulama modern seperti Muhammad Abu Zahrah, Abdul Wahab Khallaf, dan Yusuf Qardhawi mengatakan wajib zakat. Karena qiyas masalah zakat dapat dianalisis alasan hukumnya. Umar r.a. mewajibkan zakat kuda karena alasan yang logis, dan diikuti oleh Abu Hanifah. Nishab yang digunakan adalah senilai 20 mitsqal emas, dengan wajib zakatnya 2,5%. Yusuf Qardhawi berpendapat bahwa nishab hewan itu adalah dua kali lipat nishab uang, minimal berjumlah 5 ekor, dan senilai 5 ekor onta atau 40 kambing. Syarat Zakat Hewan Ternak 1. Bebas dari aneka cacat, tidak sakit, tidak patah tulang, dan tidak pula pikun. Kecuali jika seluruh ternak mengalami cacat tertentu, maka diperbolehkan mengeluarkan zakatnya dari yang cacat ini. 2. Betina, bagi yang mensyaratkan. Dalam kasus ini tidak boleh mengambil zakat jantan, kecuali jika lebih dewasa. Menurut madzhab Hanafi diperbolehkan zakatnya dengan uang senilai hewan yang harus dikeluarkan. 3. Umur hewan. Ada beberapa hadits yang membatasi umur hewan zakat ternak. Maka harus terikat dengan ketentuan ini. Jika tidak ada yang memenuhi standar umur itu, maka diperbolehkan mengeluarkan yang lebih besar atau yang lebih kecil, dan mengambil selisih harganya menurut madhab Syafi’i. Sedang menurut Abu Hanifah dibayar dengan uang senilai hewan yang wajib dikeluarkan. 4. Sedang. Pemungut zakat tidak boleh mengambil yang paling bagus atau yang paling buruk, akan tetapi mengambil kualitas sedang, dengan memperhatikan posisi pemiliki dan fakir miskin sebagai mustahiq. Ternak dimiliki oleh beberapa pemilik Jika ada dua orang yang menggabungkan ternaknya, maka penggabungan ini tidak mempengaruhi nishab maupun zakat menurut Abu Hanifah, masing-masing berkewajiban mengeluarkan zakatnya sendiri-sendiri ketika sudah mencapai nishabnya. Tetapi menurut madzhab Syafi’i, penggabungan hewan ternak dapat mempengaruhi nishab dan zakat, sepertinya ia menjadi milik satu orang dengan syarat: 1. Kandang penginapannya menyatu 2. Tempat peristirahatanya satu 3. Tempat penggemabalaannya menyatu 4. Penggabungan itu sudah berlangsung satu tahun 5. Yang digabung itu sudah mencapai satu nishab 6. Masing-masing penggabung adalah orang secara pribadi berkewajiban zakat seperti dua orang yang bergabung satu orang memiliki dua puluh ekor kambing, dan yang kedua memiliki empat puluh ekor kambing. • menurut Abu Hanifah, yang pertama tidak wajib zakat karena belum mencapai satu nishab dan yang kedua wajib zakat, satu ekor kambing • menurut madzhab Syafi’i, kedua orang itu hanya wajib memabyar satu ekor kambing. Dari sini terlihat bahwa madzhab Hanfi lebih dekat dengan prinsip keadilan dan kemaslahatan orang fakir, akantetapi madzhab Syafi’i dengan keputusannya itu lebih dekat kepada sistem korporasi modern, terutama korporasi partisipasif, nishabnya lebih simple dan lebih mudah. 4- Zakat Madu dan Produk Hewani 1. Zakat madu hukumnya wajib menurut madzhab Hanbali dan Hanafi. Sebagaimana disebutkan dalam beberapa hadits dari Rasulullah saw. dan para sahabatnya, yang saling menguatkan, di antara yang kuat adalah riwayat Abu Daud dan An-Nasa’i: Hilal (seorang dari Bani Qai’an) mendatangi Rasulullah saw. dengan membawa sepersepuluh madu lebahnya. Rasulullah memintanya untuk menjaga lembah yang bernama lembah Salbah, lalu ia menjaga lembah itu. Ketika Umar r.a. menjadi khalifah, Sufyan bin Wahb menulis surat kepada Umar bin Khaththab menanyakan hal ini. Lalu Umar menjawab, “Jika ia masih membayar sepersepuluh yang pernah diberikan di masa Rasulullah, maka silahkan ia menjaga lembah Salbah, dan jika tidak, maka sesungguhnya mereka itu lebah hujan yang dimakan oleh siapa saja.” 2. Persentase zakatnya adalah sepersepuluh setelah dikurangi biaya produksi jika ada. 3. Menurut Abu Hanifah, tidak ada nishab zakat madu, tetapi diambil zakatnya dari berapapun jumlahnya sedikit ataupun banyak. Menurut Abu Yusuf, nishabnya ketika sudah senilai lima wisq, yaitu nishab terkecil barang-barang yang dapat ditimbang. 4. Hasil-hasil hewani seperti susu, sutera, telur, dan daging yang menjadi kakayaan besar di zaman sekarang ini. Apakah wajib zakat? • Jika zakat sudah diambil dari fisik hewannya seperti sapi sebagai penghasil susu, maka ketika itu tidak wajib zakat susu. • Jika belum diambil zakat fisik hewannya, seperti ayam dan sejenisnya, maka ketika itu diambil zakat dari hasilnya, dikiaskan dengan madu yang merupakan hasil lebah, atau diqiaskan dengan tanah yang dikeluarkan hasilnya bukan tanahnya. • Nishab zakat ini senilai lima wisq, yang merupakan nishab terendah dari hasil tanaman yang ditimbang, yaitu 653 kg. Persentasenya sepersepuluh jika diqiaskan dengan tanah yang disiram dengan air hujan, dan seperduapuluh jika disiram dengan alat, di mana muzakki mengeluarkan dana untuk biaya produksinya. • Dan sangat mungkin ditentukan persentase zakatnya 2,5% jika dipertimbangkan bahwa produk hewani sama dengan harta perdagangan, dibayarkan dari modal dan hasil. 5- Zakat Harta Perniagaan Aset perniagaan (عروض([1]) التجارة ) sebagaimana yang disebut oleh para ulama fiqh adalah aset yang dipersiapkan untuk jual beli, mencari keuntungan seperti peralatan, perabotan, pakaian, makanan, perhiasan, permata, hewan, tanaman, bangunan, dan sebagainya. Dalil yang mewajibkannya Zakat perniagaan hukumnya wajib berdasarkan dalil-dalil berikut ini: Firman Allah swt., “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik.” (Al-Baqarah: 267). Arti “kasb” di sini adalah perdagangan seperti yang diungkapkan oleh banyak ahli tafsir, di antaranya Al-Hasan, Mujahid, Ath Thabariy, dan Ar Razi. Demikian juga ayat-ayat yang mewajibkan zakat harta kekayaan secara umum, termasuk di dalamnya harta perniagaan. Tidak ada satupun dalil yang mengecualikannya. Dari Samurah bin Jundub berkata, “Rasulullah saw. menyuruh kita untuk mengeluarkan zakat dari segala sesuatu yang kami persiapkan untuk dijual.” (Abu Daud, Ad Daruquthniy, Ibnu Abdil Barr) Umar bin Khaththab r.a. mengambil zakat dari harta perniagaan, dan tidak seorangpun sahabat yang menolaknya. Pendapat seperti ini diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Umar bin Abdul Aziz. Para ulama tabi’in juga telah bersepakat dalam hal ini. Ibnul Mundzir dan Abu Ubaid menyatakan telah terjadi ijma’ dalam hal ini. Kewajiban zakat perniagaan juga menjadi pendapat empat madzhab, dan tidak ada yang berbeda pendapat kecuali ulama Zhahiriyah, dan Syi’ah Imamiyah yang menyatakan bahwa zakat perniagaan hukumnya sunnah. Syarat zakatnya 1. Terdapat dua unsur perdagangan secara bersamaan, yaitu jual beli dan niat berdagang. Jika ada salah satu unsurnya tidak ada, maka tidak disebut perdagangan, sehingga tidak wajib zakat. Seperti jika seseorang membeli sesuatu untuk konsumsi pribadi, atau ia berniat untuk berdagang tetapi belum membeli barang, atau menjualnya, maka belum disebut pedagang. 2. Telah mencapai satu nishab, artinya nilai harta perniagaan itu telah mencapai nishab uang pada akhir tahun menurut Imam Malik dan Asy Syafi’i. 3. Tidak ada penghalang yang membuat duplikasi zakat. Jika barang dagangan itu dari jenis barang yang wajib dizakati, maka tidak wajib zakat dua kali. Dalam kondisi ini ketika hewan ternak telah mencapai satu nishab, maka dikeluarkan zakat hewan ternaknya, dan jika tidak mencapai nishab ternak dan tetapi mencapai nishab perniagaan, maka dikeluarkan zakat perniagaan. Dan jika mencapai nishab dua macam (perniagaan dan ternak), maka zakatnya ternak saja. Inilah penghalang yang menghalangi zakat perniagaan. Syarat ini melengkapi syarat zakat yang ada sebelumnya. Bagaimana pedagang mengeluarkan zakatnya? 1. Seorang pedagang muslim menentukan waktu tahunan untuk membayar zakat. Pada saat itu ia menghitung modal yang dipersiapkan untuk dagang, yaitu barang-barang yang dipersiapkan untuk jualan, dengan harga jual itu waktu mengeluarkan zakat, ditambah dengan uang cash yang ada, uang yang masih ada di tangan orang lain. Kemudian dikurangi hutang yang menjadi kewajibannya, lalu dari yang tersisa itu dikeluarkan 2,5%. 2. Perlu ditegaskan di sini, bahwa bangunan, perabotan yang tidak disiapkan untuk jualan tidak dimasukkan dalam perhitungan aset yang dikeluarkan zakatnya. Sedangkan bungkus yang dijual beserta isinya, maka dikategorikan sebagai dagangan dan dihitung nilainya 3. Pedagang itu mengeluarkan dagangannya berupa uang. Demikian pendapat Asy-Syafi’i dan Imam Ahmad. Sedangkan madzhab Hanafi memperbolehkan pengeluaran zakatnya berupa barang dagangan yang ada, namun yang utama menurutnya jika dikeluarkan dalam bentuk uang, karena dianggap lebih bermanfaat bagi fakir miskin. Catatan Kaki: ([1]) العُروض : جمع عَرْض وهو ما سوى النقدين من متاع الدنيا . 6- Zakat Tanaman Zakat tanaman dan buah-buahan diwajibkan berdasarkan dalil-dalil berikut ini: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (Al-Baqarah: 267) “Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Al-An’am: 141) Para ahli tafsir mengatakan bahwa “Al-Haq” yang dimaksudkan di sini adalah zakat wajib. Di antara yang berpendapat seperti ini adalah: Ibnu Abbas, Anas bin Malik, Al Hasan Al Bashriy, Said bin Musayyib, Muhammad bin Al-Hanafiyah, Thawus, Qatadah, Adh-Dhahhak, At-Tabariy, Al-Qurthubi, dan Ibnu Katsir. Dari Ibnu Umar r.a. bahwa Nabi Muhammad saw. Bersabda, “Tanaman yang disiram dengan air hujan dan mata air atau disiram dengan aliran sungai, maka zakatnya sepersepuluh. Sedangkan yang disirami dengan ditimba maka zakatnya seperduapuluh.” (Al-Jama’ah kecuali Imam Muslim) Dari Jabir r.a. dari Nabi Muhammad saw., “… tanaman yang disiram dengan air sungai sungai dan mendung zakatnya sepersepuluh, dan yang disiram dengan air timba zakatnya seperduapuluh (nishful usyur).” (Ahmad, Muslim, An-Nasa’i, dan Abu Daud). Banyak lagi hadits lain yang menentukan batas nishab. Hasil-hasil pertanian yang wajib zakat Zakat sepersepuluh atau seperduapuluh itu wajib dikeluarkan dari seluruh tanaman yang diharapkan untuk pemanfaatan dan peningkatan nilai tanah, menurut Abu Hanifah, Daud Azh-Zhahiriy, Umar bin Abdul Aziz, Mujahid, dan Hammad bin Abi Sulaiman. Dalilnya: • Firman Allah swt., “… dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.” (Al-Baqarah: 267) • Hadits Rasulullah saw., “Tanaman yang disiram dengan air hujan dan mata air atau disiram dengan aliran sungai, maka zakatnya sepersepuluh. Sedangkan yang disirami dengan ditimba, maka zakatnya seperduapuluh.” (Al-Jama’ah kecuali Imam Muslim) Tanpa dibedakan antara satu jenis tanaman dengan tanaman lainnya. Ibnu Al Arabiy, seorang ulama Maliki menguatkan pendapat Abu Hanifah ini.[1] Dan mencantumkan dalil-dalil madzhab lain, kemudian memberikan jawaban dalam kitabnya “Ahkamul Qur’an” dan dalam syarahnya terhadap hadits At-Tirmidziy. Nishab tanaman dan buah-buahan Nishab zakat tanaman dan buah-buahan adalah sebesar lima wisq, sesuai dengan hadits Rasulullah saw., “Yang kurang dari lima wisq tidak wajib zakat.” (muttafaq alaih) Pendapat ini adalah pendapat jumhurul ulama dari kalangan sahabat dan tabi’in serta ulama berikutnya, seperti yang disebutkan oleh Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni. Satu wisq = 60 sha’. Dan satu sha’ menurut ukuran Madinah adalah 4 mud. Satu mud adalah sepenuh dua telapan tangan orang dewasa ukuran sedang ketika menjulurkan tangannya. Satu sha’ ukuran Madinah atau 4 mud itu adalah 5 rithl dan sepertiganya, sekitar 2176 gr. Maka satu nishab itu adalah: 300 sha’ x 2176 = 652,8 kg Lima wisq = 300 sha’= + 653 kg Persentasenya • Sepersepuluh jika disiram tanpa biaya (dengan air hujan atau air sungai yang dialirkan). • Seperduapuluh (nishful usyur) jika disiram dengan biaya. • Jika setengah tahun disiram dengan tanpa biaya dan setengah tahun lainnya disiram dengan biaya maka zakatnya ¾ dari sepersepuluh. Jika disiram lebih banyak menggunakan salah satu sarananya, maka diperhitungkan dengan yang lebih banyak itu, atau dengan persentase yang memudahkannya. • Diperkirakan dengan taksiran, yaitu jika buah sudah mulai tampak kualitasnya, maka penaksir memperkirakan buah anggur dan kurma itu untuk menentukan besaran zakat yang harus dikeluarkan, setelah itu pemilik kurma dan anggur itu dapat mempergunakan buahnya sesuka hati, dengan tetap menjamin zakat yang harus ia keluarkan. Cara ini akan meringankan pemilik harta, dan sekaligus melindungi hak fakir miskin. Cara ini diperbolehkan oleh jumhurul ulama. Berbeda dengan Abu Hanifah yang menganggap taksiran itu sebagai dugaan semata yang tidak dapat dijadikan sebagai patokan hukum. Dan karena perkiraan perhitungan itu, pemilik tanaman menghitung biaya produksi untuk dikeluarkan dari hasil yang diperoleh, baik biaya itu dari hutang atau uang sendiri, sebagaimana ia menguranginya dengan hutang yang menjadi kewajibannya. Maka, jika sisa hasil panen itu mencapai satu nishab, setelah pengurangan ini, baru mengeluarkan zakat. Yang tidak boleh dimasukkan dalam pengurangan biaya itu adalah biaya penyiraman yang sudah masuk dalam hitungan seperduapuluh. Demikianlah pendapat Ibnu Al-Arabi, dalam Syarah At Tirmidzi. Sedangkan menurut Abu Hanifah dan Asy-Syafi’i tidak ada pengurangan karena biaya dan hutang. Zakat tanah yang disewakan Ketika pemilik tanah menyerahkan tanahnya untuk ditanami dengan imbalan persentase tertentu dari hasil panen seperti 1/3, ¼ atau ½-nya, maka zakat menjadi kewajiban keduanya. Masing-masing berkewajiban zakat sesuai dengan hasil yang didapat ketika sudah mencapai satu nishab. Sedangkan jika pemilik tanah menyerahkan tanahnya untuk ditanami dengan pembayaran harga tertentu (misalnya disewakan berapa rupiah semusim tanam atau setahun), maka siapakah yang mengeluarkan zakatnya? Pemilik tanah atau petani? Madzhab Abu Hanifah mengatakan bahwa yang mengeluarkan zakat adalah pemilik tanah. Madzhabul jumhur berpendapat bahwa yang mengeluarkan zakat adalah petani. Bisa juga keduanya mengeluarkan zakat sesuai dengan hasil dari tanah yang dimanfaatkan. Pemilik tanah berzakat dari sewa tanah yang diperoleh, dan petani berzakat dari hasil yang diperoleh setelah dikurangi biaya produksi, termasuk biaya sewa tanah. Dengan cara itu zakat telah dikeluarkan dengan sempurna dari seluruh hasil tanah. Catatan Kaki: [1] Madzhab Malik dan As-Syafi’i berpendapat bahwa zakat itu wajib dikeluarkan dari tanaman yang dijadikan makanan pokok, dan bisa disimpan. Menurutnya tidak wajib zakat untuk semua jenis buah-buahan, pisang, kelapa, dan sejenisnya. Menurut madzhab Imam Ahmad bahwa zakat buah itu wajib dikeluarkan untuk semua buah yang bisa ditimbang/ditakar, awet, dan kering. Makanan pokok tidak menjadi syarat. Tidak wajib zakat pula pada buah-buahan seperti apel, atau sayur mayur seperti terong, kacang dan timun. 7- ZAKAT PROFESI (Oleh H. Amiruddin Dahad,MA) Profesi yang dimaksud adalah mencakup profesi sebagai pegawai negeri, karyawan/pegawai swasta dan wiraswasta (jasa ketrampilan/keahlian). Zakat profesi adalah yang dikeluarkan dari penghasilan profesi jika mencapai nishab zakat. Profesi wajib dikeluarkan zakatnya karena termasuk dalam cakupan firman Allah Swt yang termaktub dalam surat Al Baqarah 267 : "Wahai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (keluarkan zakat) dari hasil usahamu yang halal dan dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu ...." Memang dalam Mazahib Al Arba'ah berpendapat bahwa penghasilan profesi tidak dizakatkan sekalipun sudah sampai nisab dan haulnya. Sedangkan pendapat selain Ash Syafi'iyah bahwa semua harta yang disimpan (diinvestasikan) kalau sudah sampai nisabnya mesti dikeluarkan zakatnya sekalipun belum sampai haulnya. Namun sebelumnya menurut Ibnu Abbas, Ibnu mas'ud dan Mu'awiyah (fakar para sahabah), Az Zuhri Hasan Al Bashri dan Makhul (Tabi'in), kemudian khalifah Umar Bin Abdul Aziz, AL Bakir, Ash-Shadiq, An-Nashir dan Daud Az-zahiri bahwa hasil profesi/jasa wajib dizakatkan ketika menerimanya manakala telah sampai nisabnya meskipun belum sampai haulnya. Karena termasuk dari ummul ayat QS.2 ayat 267. Dan kadar zakatnya 2,5% sesuai ketentuan umum Nash ukuran zakat emas dan perak. Jadi bisa disimpulkan bahwa seorang muslim wajib mengeluarkan zakat dari hasil usahanya (profesi dan jasa) bila sampai kadar nisabnya diwaktu ia menerima/gajian. Dan apabila ia telah mengeluarkan setiap menerima/gajian maka ia tidak perlu lagi mengeluarkan di akhir tahun kalender. PERHITUNGAN NISHAB Nishab zakat profesi ada yang mengqiyaskan dengan nisab zakat azzar'u watsimar (tanaman dan buah-buahan) yaitu lima watsaq, Rasulullah Saw bersabda yang artinya : "Tidak ada zakat pada hasil tanaman yang kurang dari lima watsaq" (HR Muslim). Keterangan : Lima watsaq itu bila dikalkulasikan sama dengan 300 sha' atau 635 kg gabah atau 520 kg beras. Kemudian ada yang mengqiyaskan dengan nisab naqdain (emas dan perak), sebab hasilnya itu diterima dalam bentuk uang, masa nisabnya sebagaimana hadits Rasulullah yang artinya : "Bila engkau memiliki 20 dinar emas dan sudah mencapai satu tahun maka zakatnya setengah dinar (2,5%)". HR Ahmad. Abu Dawud dan Abaihaqi Bukhari mengatakan shahih. Dr. Yusuf AL Qardawi dalam bukunya Fatwa Kontemporer menjelaskan "20 dinar (nishab zakat emas)" ditemukan dalam museum yang menyimpan dinar sejak zaman khalifah Abdul Malik bin Marwan--merupakan dinar pertama yang diciptakan dan disebarluaskan umat Islam bahwa bobot satu dinar itu sama dengan 4,25 gram. Jika 20 dinar beratnya sama dengan 85 gram atau senilai 96 gram emas (lihat Tabel Ketentuan Wajib Zakat Bazis Pusat). WAKTU MENGELUARKAN Zakat penghasilan yang telah mencapai nishabnya dikeluarkan pada setiap kali menerima/gajian, diqiyaskan dengan waktu pengeluaran zakat tanaman setiap kali panen. Sebagaimana Allah Swt berfirman : "... dan tunaikanlah haknya (zakatnya) di hari memetik hasilnya ..." (QS. Al-An'am:141) Untuk penghasilan harian atau pekanan (mingguan) yang belum mencapai nishab diakumulasikan selama satu bulan, bilamana mencapai, dikeluarkan zakatnya setiap bulan. KADAR ZAKAT YANG DIKELUARKAN Penghasilan profesi dari segi wujudnya berupa uang. Dari sisi ini berbeda dengan hasil tanaman, dan lebih dekat dengan naqdain (emas dan perak). Oleh karena itu maka kadar zakatnya yang dikeluarkan diqiyaskan dengan kadar zakat emas dan perak, yaitu rub'ul usyru atau 2,5% dari seluruh penghasilan bruto. Nash yang menjelaskan kadar zakat naqdain sebanyak sebanyak 2,5% adalah sabda Rasulullah Saw : "Bila engkau memiliki 20 dinar (emas) dan sudah mencapai satu tahun, maka zakatnya setengah dinar ..."HR Ahmad. 8- ZAKAT HADIAH Banyak orang yang mendapatkan hadiah, diantaranya adalah: 1. Jika hadiah itu terkait dengan gaji, maka digabungkan dengan gaji. Dan zakat yang dikeluarkan 2,5%. 2. Jika berupa komisi : a). Dari komisi perhitungan persentase keuntungan perusahaan kepada pegawai, zakat yang dikeluarkan 10% seperti tanaman. Dan dikeluarkan setiap kali memperolehnya. b). Dari hasil profesinya seperti makelar, maka digolongkan dengan zakat profesi dengan segala keuntungannya. 3. Jika berupa hadiah : a). Sumber hadiah tidak terduga duga sebelumnya maka zakatnya 20% seperti rikaz. Rasulullah bersabda yang artinya : "Zakat rikaz adalah seperlimanya (20%)". HR Muttafaqun 'Alaih. b). Sumber hadiah diduga dan diharap, hadiah tersebut digabungkan dengan harta kekayaan yang ada, dikeluarkan 2,5 % sebagai zakat. Demikianlah uraian seputar zakat profesi, mudah-mudahan Allah Swt senantiasa memberikan taufiq dan hidayah-Nya. Amiin. Referensi : 1. Alquranul Karim 2. Fiqul Islami Waadillatuhu, Dr. Wahbah Zuhaily Jilid 2 3. Fiqh Zakat, Dr Yusuf Al Qaradhawi. 4. Fiquh Sunnah, Said Sabiq 5. Zakat Profesi, Lembaga Kajian Fiqh AL Khairat Jakarta 6. Buklet Bazis Pusat 9- Orang Yang Tidak Boleh Menerima Zakat Ada lima kelompok yang tidak diperbolehkan menerima zakat, yaitu: 1. الأغنياء orang kaya Rasulullah saw bersabda, لا تحل الصَّدقة لغني “Tidak halal zakat diberikan kepada orang kaya.” (diriwayatkan oleh lima ulama hadits). 1. Yang dikecualikan dari kriteria ini adalah pasukan perang fi sabilillah, amil zakat, penghutang untuk kemaslahatan orang lain, seperti yang dikatakan oleh jumhurul ulama. 2. Seorang anak dianggap cukup jika ayahnya kaya, demikian juga seorang isteri dianggap kaya jika suaminya kaya, sehingga keduanya tidak boleh diberi zakat. 2. الأقوياء المكتسبون orang kuat bekerja Rasulullah saw. Bersabda, « لا تَحل الصدقة Ù„ِغني، ولا لذي Ù…ِرَّØ© سَوي » رواه الخمسة “Tidak halal zakat diberikan kepada orang kaya dan orang yang memiliki organ lengkap.” (hadist riwayat lima imam hadits). ذي Ù…ِرَّØ© dzi mirrah dalah orang yang memiliki organ tubuh lengkap. Juga dengan pernyataan Rasulullah terhadap dua orang lelaki yang meminta zakat, “Jika kalian mau akan aku berikan kepada kalian, tetapi tidak ada hak dalam zakat ini bagi orang kaya dan orang yang kuat bekerja.” (Ahmad, Abu Daud, dan An-Nasa’i) • Ia benar-benar memiliki pekerjaan yang menghasilkan; jika tidak ada pekerjaan, maka ia diberi zakat. • Hasil penghasilannya cukup; jika tidak, maka ia boleh menerima zakat sehingga mencukupi. 3. غير المسلمين non muslim • Para ulama sepakat bahwa zakat tidak boleh diberikan kepada orang kafir yang memerangi, orang murtad, dan orang ateis. • Jumhurul ulama khususnya empat imam madzhab bersepakat bahwa zakat tidak boleh diberikan kepada kafir dzimmiy sebagai fakir. Ia bisa menerima zakat menurut sebagian ulama dalam statusnya sebagai muallaf. Mereka bersepakat bahwa ahlu dzimmah boleh diberikan sedekah sunnah sebagaimana baitul mal memberikan kecukupan mereka dari selain zakat. • Diperbolehkan memberikan zakat kepada orang fasik, selama tidak terang-terangan dan terus menerus menunjukkan kefasikannya agar zakat tidak menjadi fasilitas kefasikannya. Dan diperbolehkan memberikan zakat itu kepada keluarganya karena kefasikan seseorang tidak boleh menghilangkan hak orang lain. • Diperbolehkan memberikan zakat kepada sesama muslim meskipun dari firqah yang berbeda dengan ahlussunnah, selama ia masih berstatus Islam, dan tidak melakukan perbuatan bid’ah yang membuatnya kafir. Dan yang lebih dari semua itu adalah memberikan zakat kepada seorang muslim yang taat beragama. 4. الأقارب kerabat • Seorang suami tidak boleh memberikan zakatnya kepada isteri, karena ia berkewajiban untuk menafkahinya. Jika ia memberikan zakat kepadanya, maka seperti orang yang memberikan pada diri sendiri. Sedangkan isteri boleh memberikan zakatnya kepada suami menurut jumurul ulama, seperti dalam hadits isteri Ibnu Mas’ud yang bertanya kepada Rasulullah saw. bersama dengan seorang wanita Anshar. Rasulullah menjawab, لهما Ø£َجران Ø£َجر القرابة وأجر الصَّدقة “Keduanya mendapatkan dua pahala, pahala zakat dan pahala kerabat.” (Asy-Syaikhani) • Tidak boleh memberikan zakat kepada kedua orang tua, jika ia yang berkewajiban menafkahinya, sebab ini sama dengan memberi kepada diri sendiri. Sebagaimana tidak diperbolehkan memberikan zakat kepada anak yang menjadi kewajibannya. • Diperbolehkan memberikan zakat kepada kerabat lain, bahkan menurut madzhab Hanafi –yang memperluas kewajiban nafkah itu kepada kerabat– tetapi tidak menjadikannya penghalang diberi zakat. Sebab, penghalang zakat itu adalah bersambungnya manfaat antara pemberi dan penerima zakat, yang mengesankan bahwa ia memberikan pada diri sendiri seperti yang terjadi pada suami isteri, kedua orang tua dan anak. 5. آل محمد keluarga Nabi Muhammad SAW • Mereka itu adalah keturunan Bani Hasyim menurut jumurul ulama. Asy-Syafi’iyyah menambahkan keturunan Abdul Muththalib juga tidak berhak mendapat zakat. • Jumurul ulama berpendapat bahwa keluarga Nabi Muhammad tidak boleh menerima zakat, karena zakat itu adalah kotoran manusia seperti dalam hadits Muslim. • Larangan ini mencakup zakat dan sedekah sunnah. • Menurut madzhab Hanafi, larangan ini khusus pada zaman Nabi Muhammad saw. untuk menepis tuduhan miring. Sedangkan setelah wafat Rasulullah, mereka diperbolehkan menerima zakat. • Keluarga Bani Hasyim boleh memberikan zakat kepada sesama Bani Hasyim. • Jika mereka tidak mendapatkan jatah seperlimanya seperlima ghanimah dan fa’i, maka ia boleh menerima zakat menurut kesepakatan ulama. Kesalahan Membagi Zakat Jika seorang muzakki memberikan zakatnya kepada seorang mustahiq, kemudian diketahui bahwa ia telah salah dengan membagikan zakat kepada orang yang tidak berhak, seperti diserahkan kepada orang kafir, kerabat dekat, atau orang kaya, maka apa yang harus dilakukan? • Jika muzakki telah berusaha, bertanya, dan mencari, kemudian ia serahkan zakat dan ternyata dikemudian hari terbukti salah alamat, maka ia tidak berkewajiban membayarnya lagi. Seperti dalam hadits Ma’n bin Yazid ketika ayahnya meletakkan sedekah di masjid, kemudian Ma’n mengambilnya dan diadukan kepada Rasulullah saw., lalu Nabi bersabda, “Bagimu yang telah kamu niatkan, wahai Yazid, dan bagimu yang telah kau ambil, wahai Ma’n.” (Bukhari) • Namun jika kesalahan itu karena tidak ada usaha, bertanya dan mencari, maka muzakki harus bertanggung jawab atas kesalahannya itu, dan membayar zakat lagi. • Sedang jika imam yang membagi zakat, lalu salah, maka muzakki tidak berkewajiban apa-apa. • Dan kepada orang yang menerima zakat sementara ia tidak berhak menerimanya, maka ia harus mengembalikannya atau mengembalilkan nilainya jika sudah dibelanjakan. [dikumpulkan dari website da’watuna.com] Panduan Zakat Lengkap Jenis Zakat 1. Zakat Fitrah/Fidyah Dari Ibnu Umar ra berkata : “Rasulullah saw mewajibkan zakat fitrah satu sha’ kurma atau gandum pada budak, orang merdeka, lelaki perempuan, anak kecil dan orang dewasa dari ummat Islam dan memerintahkan untuk membayarnya sebelum mereka keluar untuk sholat (’iid ). ( Mutafaq alaih ). Besarnya zakat fitrah menurut ukuran sekarang adalah 2,176 kg. Sedangkan makanan yang wajib dikeluarkan yang disebut nash hadits yaitu tepung, terigu, kurma, gandum, zahib (anggur) dan aqith (semacam keju). Untuk daerah/negara yang makanan pokoknya selain 5 makanan di atas, mazhab Maliki dan Syafi’i membolehkan membayar zakat dengan makanan pokok yang lain. Menurut mazhab hanafi pembayaran zakat fitrah dapat dilakukan dengan membayar- kan harganya dari makanan pokok yang di makan. Pembayaran zakat menurut jumhur ‘ulama : 1. Waktu wajib membayar zakat fitrah yaitu ditandai dengan tenggelamnya matahari di akhir bulan Ramadhan 2. Membolehkan mendahulukan pembayaran zakat fitrah di awal. Keterangan :Bagi yang tidak berpuasa Ramadhan karena udzur tertentu yang dibolehkan oleh syaria’t dan mempunyai kewajiban membayar fidyah, maka pembayaran fidyah sesuai dengan lamanya seseorang tidak berpuasa. 2. Zakat Maal 1. Pengertian Maal (harta) Menurut terminologi bahasa (lughat), harta adalah segala sesuatu yang diinginkan sekali oleh manusia untuk memiliki, memanfaatkan dan menyimpannya. Sedangkan menurut terminologi syari’ah (istilah syara’), harta adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki (dikuasai) dan dapat digunakan (dimanfaatkan) menurut ghalibnya (lazim). Sesuatu dapat disebut dengan maal (harta) apabila memenuhi 2 (dua) syarat, yaitu: a. Dapat dimiliki, dikuasai, dihimpun, disimpan b. Dapat diambil manfaatnya sesuai dengan ghalibnya. Misalnya rumah, mobil, ternak, hasil pertanian, uang, emas, perak, dll. 2. Syarat-syarat Kekayaan yang Wajib di Zakati a. Milik Penuh Artinya harta tersebut berada dalam kontrol dan kekuasaanya secara penuh, dan dapat diambil manfaatnya secara penuh. Harta tersebut didapatkan melalui proses pemilikan yang dibenarkan menurut syariat Islam, seperti : usaha, warisan, pemberian negara atau orang lain dan cara-cara yang sah. Sedangkan apabila harta tersebut diperoleh dengan cara yang haram, maka zakat atas harta tersebut tidaklah wajib, sebab harta tersebut harus dibebaskan dari tugasnya dengan cara dikembalikan kepada yang berhak atau ahli warisnya. b. Berkembang Artinya harta tersebut dapat bertambah atau berkembang bila diusahakan atau mempunyai potensi untuk berkembang. c. Cukup Nishab Artinya harta tersebut telah mencapai jumlah tertentu sesuai dengan ketetapan syara’. sedangkan harta yang tidak sampai nishabnya terbebas dari Zakat dan dianjurkan mengeluarkan Infaq serta Shadaqah d. Lebih Dari Kebutuhan Pokok Kebutuhan pokok adalah kebutuhan minimal yang diperlukan seseorang dan keluarga yang menjadi tanggungannya, untuk kelangsungan hidupnya. Artinya apabila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi yang bersangkutan tidak dapat hidup layak. Kebutuhan tersebut seperti kebutuhan primer atau kebutuhan hidup minimum, misal, belanja sehari-hari, pakaian, rumah, kesehatan, pendidikan, dsb. e. Bebas Dari hutang Orang yang mempunyai hutang sebesar atau mengurangi senishab yang harus dibayar pada waktu yang sama (dengan waktu mengeluarkan zakat), maka harta tersebut terbebas dari zakat. f. Berlalu Satu Tahun (Al-Haul) Maksudnya adalah bahwa pemilikan harta tersebut sudah belalu (mencapai) satu tahun. Persyaratan ini hanya berlaku bagi ternak, harta simpanan dan perniagaan. Sedangkan hasil pertanian, buah-buahan dan rikaz (barang temuan) tidak ada syarat haul. 3. Harta (maal) yang Wajib di Zakati a. Binatang Ternak Hewan ternak meliputi hewan besar (unta, sapi, kerbau), hewan kecil (kambing, domba) dan unggas (ayam, itik, burung). b. Emas Dan Perak Emas dan perak merupakan logam mulia yang selain merupakan tambang elok, juga sering dijadikan perhiasan. Emas dan perak juga dijadikan mata uang yang berlaku dari waktu ke waktu. Islam memandang emas dan perak sebagai harta yang (potensial) berkembang. Oleh karena syara’ mewajibkan zakat atas keduanya, baik berupa uang, leburan logam, bejana, souvenir, ukiran atau yang lain. Termasuk dalam kategori emas dan perak, adalah mata uang yang berlaku pada waktu itu di masing-masing negara. Oleh karena segala bentuk penyimpanan uang seperti tabungan, deposito, cek, saham atau surat berharga lainnya, termasuk kedalam kategori emas dan perak. sehingga penentuan nishab dan besarnya zakat disetarakan dengan emas dan perak. Demikian juga pada harta kekayaan lainnya, seperti rumah, villa, kendaraan, tanah, dll. Yang melebihi keperluan menurut syara’ atau dibeli/dibangun dengan tujuan menyimpan uang dan sewaktu-waktu dapat di uangkan. Pada emas dan perak atau lainnya yang berbentuk perhiasan, asal tidak berlebihan, maka tidak diwajibkan zakat atas barang-barang tersebut. c. Harta Perniagaan Harta perniagaan adalah semua yang diperuntukkan untuk diperjual-belikan dalam berbagai jenisnya, baik berupa barang seperti alat-alat, pakaian, makanan, perhiasan, dll. Perniagaan tersebut di usahakan secara perorangan atau perserikatan seperti : CV, PT, Koperasi, dsb. d. Hasil Pertanian Hasil pertanian adalah hasil tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang bernilai ekonomis seperti biji-bijian, umbi-umbian, sayur-mayur, buah-buahan, tanaman hias, rumput-rumputan, dedaunan, dll. e. Ma’din dan Kekayaan Laut Ma’din (hasil tambang) adalah benda-benda yang terdapat di dalam perut bumi dan memiliki nilai ekonomis seperti emas, perak, timah, tembaga, marmer, giok, minyak bumi, batu-bara, dll. Kekayaan laut adalah segala sesuatu yang dieksploitasi dari laut seperti mutiara, ambar, marjan, dll. f. Rikaz Rikaz adalah harta terpendam dari zaman dahulu atau biasa disebut dengan harta karun. Termasuk didalamnya harta yang ditemukan dan tidak ada yang mengaku sebagai pemiliknya. 3. Zakat Profesi/Pendapatan Zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi (hasil profesi) bila telah mencapai nisab. Profesi dimaksud mencakup profesi pegawai negeri atau swasta, konsultan, dokter, notaris, akuntan, artis, wiraswasta, dll. Dasar Hukum Syari’at Firman Allah SWT: “dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak dapat bahagian”. (QS. Adz-Dzaariyaat (51): 19) Firman Allah SWT: “Wahai orang-orang yang beriman, infaqkanlah (zakat) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu”. (QS Al Baqarah: 267) Hadist Nabi SAW: “Bila zakat bercampur dengan harta lainnya maka ia akan merusak harta itu”.(HR. AL Bazar dan Baehaqi) Hasilan profesi (pegawai negeri/swasta, konsultan, dokter, notaris, wiraswasta, dll) merupakan sumber pendapatan (kasab) yang tidak banyak dikenal di masa generasi terdahulu, oleh karenanya bentuk kasab ini tidak banyak dibahas, khususnya yang berkaitan dengan “zakat”. Lain halnya dengan bentuk kasab yang lebih populer saat itu, seperti pertanian, peternakan dan perniagaan, mendapatkan porsi pembahasan yang sangat memadai dan detail. Meskipun demikian bukan berarti harta yang didapatkan dari hasil profesi tersebut bebas dari zakat, sebab zakat pada dasarnya/hakekatnya adalah pungutan harta yang diambil dari orang-orang kaya untuk dibagikan kepada orang-orang miskin diantara mereka (sesuai dengan ketentuan syara’). Dengan demikian apabila seseorang dengan penghasilan profesinya ia menjadi kaya, maka wajib atas kekayaannya itu zakat, akan tetapi jika hasilnya tidak mencukupi kebutuhan hidup (dan keluarganya), maka ia menjadi mustahiq (penerima zakat). Sedang jika hasilnya hanya sekedar untuk menutupi kebutuhan hidupnya, atau lebih sedikit maka baginya tidak wajib zakat. Kebutuhan hidup yang dimaksud adalah kebutuhan pokok, yakni, papan, sandang, pangan dan biaya yang diperlukan untuk menjalankan profesinya. Zakat profesi memang tidak dikenal dalam khasanah keilmuan Islam, sedangkan hasil profesi yang berupa harta dapat dikategorikan ke dalam zakat harta (simpanan/kekayaan). Dengan demikian hasil profesi seseorang apabila telah memenuhi ketentuan wajib zakat maka wajib baginya untuk menunaikan zakat. Contoh perhitungan: Iwan Darsawan adalah seorang karyawan swasta yang berdomisili di kota Bekasi, memiliki seorang istri dan 2 orang anak. Penghasilan bersih perbulan Rp. 1.500.000,-. Bila kebutuhan pokok keluarga tersebut kurang lebih Rp. 625.000 per bulan maka kelebihan dari penghasilannya = (1.500.000 - 625.000) = Rp. 975.000 perbulan. Apabila saldo rata-rata perbulan 975.000 maka jumlah kekayaan yang dapat dikumpulkan dalam kurun waktu satu tahun adalah Rp. 11.700.000 (lebih dari nishab). Dengan demikian Akbar berkewajiban membayar zakat sebesar 2.5% dari saldo. Dalam hal ini zakat dapat dibayarkan setiap bulan sebesar 2.5% dari saldo bulanan atau 2.5 % dari saldo tahunan. Perhitungan Zakat Pendapatan/Profesi Nisab zakat pendapatan / profesi setara dengan nisab zakat tanaman dan buah-buahan sebesar 5 wasaq atau 652,8 kg gabah setara dengan 520 kg beras, kadar zakatnya sebesar 2,5 %. Waktu untuk mengeluarkan zakat profesi pada setiap kali menerima diqiyaskan dengan waktu pengeluaran zakat tanaman yaitu setiap kali panen. “Dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya ( dengan dikeluar kan zakat nya ). ( QS : Al-An’am : 141 ). Contoh perhitungan: Nisab sebesar 520 kg beras, asumsi harga beras 2000 jadi nilai nisab sebesar 520 x 2000 = 1.400.000 Jumlah pendapatan perbulan Rp 2.000.000,- Zakat atas pendapatan ( karena telah mencapai nisab ) 2,5 % x 2.000.000,- = 50.000,- 4. Zakat Uang Simpanan Uang simpanan ( baik tabungan, deposito, dll ) dikenakan zakat dari jumlah terendah bila telah mencapai haul. Besarnya nisab senilai dengan 85 gr emas ( asumsi 1 gr emas Rp 75.000, nisab sebesar Rp 6.375.000 ). Kadarnya zakatnya sebesar 2,5 %. 0. Uang Tabungan Tanggal Masuk Keluar Saldo 01/03/99 20.000.000 20.000.000 25/03/99 2.000.000 18.000.000 20/05/99 5.000.000 13.000.000 01/06/99 200.000* 13.200.000 12/09/99 1.000.000 12.200.000 11/10/99 2.000.000 14.200.000 31/02/00 1.000.000 15.200.000 1. * Bagi hasil 2. Jumlah saldo terakhir dalam tabel di atas adalah 15.200.000 telah melebihi nisab (asumsi 1 gr emas Rp 75.000, nisab sebesar Rp 6.375.000) dan genap satu tahun. Tahun haul menurut contoh di atas 01/03/99 - 31/02/00.. uang bagi hasil ini dikeluarkan terlebih dahulu sebelum perhitungan zakat. 3. Perhitungan : Tahun haul : 01/03/99 - 31/02/00 Nisab : Rp 6.375.000,- Saldo terakhir : Rp 15.200.000,- - Rp 200.000,- = Rp 15.000.000,- Besarnya zakat : 2,5 % x Rp 15.000.000,- = Rp 375.000,- Bila seseorang mempunyai beberapa tabungan maka semua buku dihitung setelah dilihat haul dan saldo terendah dari masing-masing buku. Perhitungan: Haul : 01/03/99 - 31/02/00 Saldo terakhir: - Buku 1: 5.000.000- Buku 2: 3.000.000- Buku 3: 2.000.000 Jumlah total : Rp 10.000.000 Zakat : 2,5 % x Rp 10.000.000 = Rp 250.000,- 4. Simpanan Deposito Seseorang mempunyai deposito di awal penyetoran tanggal 01/04/99 sebesar Rp 10.000.000 dengan jumlah bagi hasil 300.000 setahun. Haul wajib zakat adalah tanggal 31/03/00, nisab sebesar 6.375.000. Maka setelah masa haul tiba zakat yang harus dikeluarkan sebesar : 2.5 % x Rp 10.000.000 = Rp 250.000 Bila seseorang mempunyai beberapa simpanan deposito maka seluruh jumlah simpanan deposito dijumlahkan. Bila mencapai nisab dengan masa satu tahun kadar zakatnya sebesar 2,5 % dengan perhitungan seperti di atas. 5. Zakat Emas/Perak Seorang muslim yang mempunyai emas dan perak wajib mengeluarkan zakat bila sesuai dengan nisab dan haul. Adapun nisab emas sebesar 85 gr dan nisab perak 595 gr. 0. Emas yang tidak dipakai Emas yang tidak dipakai adalah perhiasan emas yang tidak digunakan atau sekali pun dipakai hanya sekali setahun. Dengan demikian bila seseorang menyimpan me-nyamai atau melebihi 85 gr maka ia wajib mengeluarkan zakat emas tersebut. Ada pun kadar zakatnya besarnya 2,5 % di hitung dari nilai uang emas tersebut. Misalnya : seseorang mempunyai 90 gr emas. Harga 1 gr emas 70.000. Maka besarnya zakat yang dikeluarkan sebesar : 90 x 70.000 x 2,5 % = 157.500 1. Emas yang dipakai Emas yang dipakai adalah dalam kondisi wajar dan tidak berlebihan. Jadi bila seorang wanita mempunyai emas 120 gr, dipakai dalam aktivitas sehari-hari sebanyak 15 gr. Maka zakat emas yang wajib dikeluarkan oleh wanita tersebut adalah 120 gr - 15 gr = 105 gr. Bila harga emas 70.000 maka zakat yang harus dikeluarkan sebesar : 105 x 70.000 x 2,5 % = 183.750 Keterangan : Perhitungan zakat perak mengikuti cara per hitungan di atas. 6. Zakat Investasi Zakat investasi adalah zakat yang dikenakan terhadap harta yang diperoleh dari hasil investasi. Diantara bentuk usaha yang masuk investasi adalah bangunan atau kantor yang disewakan, saham, rental mobil, rumah kontrakan, investasi pada ternak atau tambak, dll. Dilihat dari karakteristik investasi, biasanya modal tidak bergerak dan tidak terpengaruh terhadap hasil produksi maka zakat investasi lebih dekat ke zakat pertanian. Pendapat ini diikuti oleh ulama modern seperti Yusuf Qordhowi, Muhammad Abu Zahrah, Abdul Wahab Khalaf, Abdurahman Hasan, dll. Dengan demikian zakat investasi dikeluarkan pada saat menghasilkan sedangkan modal tidak dikenai zakat. Kadar zakat yang dikeluarkan sebesar 5 % atau 10 %. 5 % untuk penghasilan kotor dan 10 untuk penghasilan bersih. 7. Zakat Hadiah dan Sejenisnya 0. Jika hadiah tersebut terkait dengan gaji maka ketentuannya sama dengan zakat profesi/pendapatan. Dikeluarkan pada saat menerima dengan kadar zakat 2,5 %. 1. Jika komisi, terdiri dari 2 bentuk : pertama, jika komisi dari hasil prosentasi keuntungan perusahaan kepada pegawai, maka zakat yang dikeluarkan sebesar 10 % (sama dengan zakat tanaman), kedua, jika komisi dari hasil profesi seperti makelar, dll maka digolongkan dengan zakat profesi. Aturan pembayaran zakat mengikuti zakat profesi. 2. Jika berupa hibah, terdiri dari dua kriteria, pertama, jika sumber hibah tidak di duga-duga sebelumnya, maka zakat yang dikeluarkan sebesar 20 %, kedua, jika sumber hibah sudah diduga dan diharap, hibah tersebut digabung kan dengan kekayaan yang ada dan zakat yang dikeluarkan sebesar 2,5 %. 8. Zakat Perniagaan-Zakat Perdagangan “Rasulullah SAW memerintahkan kami agar mengeluarkan zakat dari semua yang kami persiapkan untuk berdagang.” ( HR. Abu Dawud ) Ketentuan zakat perdagangan: 0. Berjalan 1 tahun ( haul ), Pendapat Abu Hanifah lebih kuat dan realistis yaitu dengan menggabungkan semua harta perdagangan pada awal dan akhir dalam satu tahun kemudian dikeluarkan zakatnya. 1. Nisab zakat perdagangan sama dengan nisab emas yaitu senilai 85 gr emas 2. Kadarnya zakat sebesar 2,5 % 3. Dapat dibayar dengan uang atau barang 4. Dikenakan pada perdagangan maupun perseroan. Perhitungan Modal diputar + Keuntungan + piutang yang dapat dicairkan) - (hutang + kerugian) x 2,5 % Contoh : Harta perniagaan, baik yang bergerak di bidang perdagangan, industri, agroindustri, ataupun jasa, dikelola secara individu maupun badan usaha (seperti PT, CV, Yayasan, Koperasi, Dll) nishabnya adalah 20 dinar (setara dengan 85 gram emas murni). Artinya jika suatu badan usaha pada akhir tahun (tutup buku) memiliki kekayaan (modal kerja dan untung) lebih besar atau setara dengan 85 gram emas (asumsi jika per-gram Rp 75.000,- = Rp 6.375.000,-), maka ia wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5 % Pada badan usaha yang berbentuk syirkah (kerjasama), maka jika semua anggota syirkah beragama Islam, zakat dikeluarkan lebih dulu sebelum dibagikan kepada pihak-pihak yang bersyirkah. Tetapi jika anggota syirkah terdapat orang yang non muslim, maka zakat hanya dikeluarkan dari anggota syirkah muslim saja (apabila jumlahnya lebih dari nishab) Cara menghitung zakat : Kekayaan yang dimiliki badan usaha tidak akan lepas dari salah satu atau lebih dari tiga bentuk di bawah ini : 5. Kekayaan dalam bentuk barang 6. Uang tunai 7. Piutang Maka yang dimaksud dengan harta perniagaan yang wajib dizakati adalah yang harus dibayar (jatuh tempo) dan pajak. Contoh : Sebuah perusahaan meubel pada tutup buku per Januari tahun 1995 dengan keadaan sbb : Sofa atau Mebel belum terjual 5 set Rp 10.000.000 Uang tunai Rp 15.000.000 Piutang Rp 2.000.000 Jumlah Rp 27.000.000 Utang & Pajak Rp 7.000.000 Saldo Rp 20.000.000 Besar zakat = 2,5 % x Rp 20.000.000,- = Rp 500.000,- Pada harta perniagaan, modal investasi yang berupa tanah dan bangunan atau lemari, etalase pada toko, dll, tidak termasuk harta yang wajib dizakati sebab termasuk kedalam kategori barang tetap (tidak berkembang) Usaha yang bergerak dibidang jasa, seperti perhotelan, penyewaan apartemen, taksi, renal mobil, bus/truk, kapal laut, pesawat udara, dll, kemudian dikeluarkan zakatnya dapat dipilih diantara 2 (dua) cara: Pada perhitungan akhir tahun (tutup buku), seluruh harta kekayaan perusahaan dihitung, termasuk barang (harta) penghasil jasa, seperti taksi, kapal, hotel, dll, kemudian keluarkan zakatnya 2,5 %. Pada Perhitungan akhir tahun (tutup buku), hanya dihitung dari hasil bersih yang diperoleh usaha tersebut selama satu tahun, kemudian zakatnya dikeluarkan 10%. Hal ini diqiyaskan dengan perhitungan zakat hasil pertanian, dimana perhitungan zakatnya hanya didasarkan pada hasil pertaniannya, tidak dihitung harga tanahnya. 9. Zakat Perusahaan Zakat perusahaan hampir sama dengan zakat perdagangan dan investasi. Bedanya dalam zakat perusahaan bersifat kolektif. Dengan kriteria sebagai berikut : 0. Jika perusahaan bergerak dalam bidang usaha perdagangan maka perusahaan tersebut mengeluarkan harta sesuai dengan aturan zakat perdagangan. Kadar zakat yang dikeluarkan sebesar 2,5 % 1. Jika perusahaan tersebut bergerak dalam bidang produksi maka zakat yang dikeluarkan sesuai dengan aturan zakat investasi atau pertanian. Dengan demikian zakat perusahaan dikeluarkan pada saat menghasilkan sedangkan modal tidak dikenai zakat. Kadar zakat yang dikeluarkan sebesar 5 % atau 10 %. 5 % untuk penghasilan kotor dan 10 % untuk pengahasilan bersih.

Minggu, 08 April 2012

Kemiskinan ditengah Sumber Daya Alam yang Melimpah

Sangat sedih ketika melihat negara Republik Indonesia yang kaya akan sumber daya alamnya namun kekayaan alamnya sendiri tidak bisa dinikmati oleh warga negara Indonesia. Sumber daya alam yang memiliki potensi yang sangat besar tersebut sebagian besar dikuasai oleh pengusaha asing dan hanya beberapa di kuasai oleh pengusaha Indonesia sendri. Ini menjadi suatu hal yang lucu dimata masyarakat dunia, yang dimana suatu negara yang memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah tetapi masyarakatnya sendiri hidup menderita dengan kemiskinan karena tidak mampu memanfaatkan sumber daya alam di negara Indonesia sendiri. Dan warga negara Indonesia terlihat bodoh dimata masyarakat dunia, karena hanya bisa melihat kepuasan pengusaha asing menguasai sumber daya alam di negara Republik Indonesia tanpa bisa melakukan apapun. Menurut pasal 33 ayat 3 UUD 1945. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Namun dalam kenyataannya negara tidak mampu menguasai seluruh kekayaan yang melimpah di negara Republik Indonesia dan berusaha terus mengundang investor-investor asing mengelolanya dengan alasan pengusaha asing memiliki modal yang besar sehingga mampu membeli teknologi canggih yang sangat mampu mengambil sumber daya alam dengan cepat, tetapi dapat merusak keramahan lingkungan. Pemerintah Republik Indonesia sendiri hanya mendapatkan keuntungan lebih kecil dibandingkan pengusaha asing yang sebenarnya hanya menumpang di negara Indonesia, tetapi mampu mendapatkan keuntungan yang jauh lebih banyak dibanding negara Indonesia. Yang sebenarnya adalah pemilik sumber daya alam yang sah sesuai Pasal 33 ayat 3 UUD 1945. Kebanyakan warga Indonesia yang bekerja di perusahaan asing dalam memanfaatkan sumber daya alam, dan hanya dipekerjakan sebagai kuli tambang yang digaji rendah. Ini sangatlah menjengkelkan bagi seluruh warga negara Indonesia ,dimana negara Republik Indonesia seolah-seolah kembali dijajah oleh bangsa asing secara modern dengan melakukan monopoli perdagangan pada kandungan mineral sumber daya alam di negara Indonesia yang berdampak kemiskinan pada warga negara Indonesia.Yang seharusnya kandungan mineral sumber daya alam bisa dikuasai oleh negara dan dapat membantu kemajuan perekonomian negara Indonesia, bahkan tidak menutup kemungkinan bila sumber kekayaan alam di negara Indonesia dikuasai oleh negara(pemerintah). Negara Indonesia akan menjadi salah satu negara yang maju diantara negara-negara di dunia. Tetapi kenyataannya berbanding terbalik, negara Indonesia terlihat seperti sedang berjalan ditempat bahkan mengalami kemuduran. Tetapi pemerintah terlihat lebih mempercayai pengusaha asing dibandingkan warga pribumi sendiri dalam mengelola sumber daya alam yang ada di negara Republik Indonesia. Kesengsaraan rakyat Indonesia karena sulitnya memanfaatkan kekayaan alam di Indonesia sehingga berdampak kepada kemiskinan. Dan menyebabkan adanya beberapa warga negara Indonesia merasa tidak puas untuk hidup di negara ini yang terus mengalami penderitaan. Beberapa orang tersebut sangat memicu terbentuknya suatu komunitas yang bertujuan melawan pemerintah, dan bahkan mereka sangat memungkinkan untuk membentuk negara sendiri dan berusaha memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Lebih dikarenakan mereka merasa tidak dipelihara oleh negara dan cenderung ditelantarkan oleh pemerintah. Mereka beranggapan bahwa dengan membentuk negara baru atau memisahkan diri, mereka dapat kehidupan yang lebih layak dibanding di Indonesia. Hal ini sudah benar-benar terjadi, seperti pemberontakan yang dilakukan oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang disebabkan Papua yang termasuk daerah otonomi khusus dan memiliki sumber daya alam melimpah namun dimiliki oleh pihak asing. Beberapa diantara mereka merasa tidak puas dengan pembangunan yang tidak diperhatikan dan kemiskinan di provinsi Papua. Lalu Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Republik Maluku Selatan (RMS), Negara Islam Indonesia (NII), dan provinsi Timor-timor yang memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan mengubah statusnya menjadi negara Republik Demokratik Timor-Leste. Beberapa hal yang mempengaruhi sulitnya warga negara Indonesia untuk mengelola sumber daya alam, yaitu : • Adanya campur tangan dari pihak asing untuk mengelola sumber daya alam dengan teknologi yang mendukung dari negara asalnya, sehingga mematikan potensi pengusaha pribumi yang ingin mengelola sumber daya alamnya sendiri dikarenakan teknologi yang digunakan kurang layak. • Adanya krisis kepercayaan dari pemerintah terhadap pengusaha Indonesia dalam mengelola sumber daya alam yang dimana pemerintah lebih percaya terhadap pengusaha asing, dengan alasan pengusaha asing lebih siap untuk mengelola sumber daya alam Indonesia dengan fasilitas yang mereka miliki sangat memadai. • Terlalu banyak politisi dan sangat sedikit ilmuwan di negara Indonesia sehingga sangat sulit untuk menciptakan sebuah teknologi mutakhir yang dapat membantu pengusaha Indonesia dalam mengelola sumber daya alamnya. Karena bila membeli teknologi dari negara luar membutuhkan biaya yang cukup mahal. • Sebagian besar warga negara Indonesia lebih berminat mempelajari ilmu sosial dibandingkan ilmu eksata yang sebenarnya, ilmu eksata sendiri benar-benar sangat dibutuhkan di negara Indonesia untuk mengelola sumber kekayaan alam yang ada. Hal ini lah yang menyebabkan politisi di negara Indonesia lebih banyak dari pada ilmuwan. Sesungguhnya ilmuwan lebih dihargai dibandingkan politisi • Karena minat dari sebagian besar warga negara Indonesia lebih menyenangi ilmu sosial. Maka Sekolah tinggi atau Universitas di negara Indonesia lebih tertarik membuka program studi yang mempelajari ilmu sosial. Sehingga semakin sulitnya beberapa dari warga negara Indonesia yang menyenangi ilmu eksata untuk melanjutkan kuliah ilmu eksata, karena sangat sedikit sekolah atau unversitas yang membuka program studi yang mempelajari ilmu eksata itu sendiri sehingga kuota program studi eksata menjadi terbatas. • Tidak beraninya beberapa pengusaha Indonesia untuk terjun dalam usaha mengelola sumber daya alam dengan alasan pengetahuan yang kurang dalam bidang usaha ini. Untuk mengatasi beberapa permasalahan diatas, pemerintah harus memberi batasan kepada pengusaha asing dalam mengelola sumber daya alam di negara Indonesia. Karena sesungguhnya sumber daya alam di negara Indonesia ditujukan untuk kemakmuran rakyat Indonesia. Masih banyak pengusaha asing yang tidak memberi sebagian keuntungannya untuk kemakmuran rakyat setempat yang daerahnya digunakan untuk mengelola sumber daya alam oleh pengusaha asing. Sekolah tinggi atau universitas di negara Indonesia sebaiknya lebih banyak membuka program studi ilmu eksata yang sesungguhnya para lulusannya sangat dibutuhkan untuk pengelolaan dan pelestarian sumber daya alam, agar para ilmuwan Indonesia kelak mampu bersaing dengan pengusaha asing. Karena mereka banyak yang tidak peduli dengan pelestarian sumber daya alam, yang disebabkan oleh tujuan awal mereka adalah mencari keuntungan sebesar-besarnya. Indonesia perlu mencontoh negara China, negara ini memiliki sumber daya alam batu bara yang melimpah. Tetapi tidak digunakan secara berlebihan, China mau mengimpor batu bara Indonesia, dimaksudkan agar batu bara tersebut masih bisa digunakan di masa depan oleh warga negara China nantinya.

Selasa, 03 April 2012

Mengapa Harus Berzakat

Bangsa ini sedang terbelit dengan segudang masalah. Sekian banyak masalah ini berurat akar pada masalah ekonomi yang memang sampai hari ini belum pernah mencapai suatu keadaan yang setimbang. Ekonomi adalah nyawa sebuah komunitas dan isu yang sangat sensitif untuk sebagian besar orang. Kondisi berbalik diametral, seperti kaya – miskin, atau kurang – lebih, adalah petunjuk bahwa memang Allah SWT adalah dzat yang Maha Adil dan Maha Menguji. Setiap kondisi adalah ujian bagi manusia yang nantinya akan diperhitungkan dan bisa berubah sewaktu-waktu menurut takdir-Nya. Menjadi seorang yang berkecukupan secara material memiliki sejumlah konsekuensi yang harus dipenuhi. Selain beribadah ritual secara pribadi, juga harus beribadah secara sosial. Didalam harta yang kita terima, ada sebagian hak orang lain yang dititipkan, yang harus dipisahkan. Dalam konsep kehartabendaan didalam agama Islam, sebagian hak orang lain itulah yang lazim kita sebut sebagai zakat. Hukumnya adalah wajib fardhu ‘ain (wajib atas setiap individu yang memenuhi kriteria). Untuk apa kita mengeluarkan zakat? Jawabannya adalah karena kita memiliki harta yang cukup dan memenuhi syarat. Orang dhuafa, mereka tidak wajib berzakat dan sebaliknya bahkan wajib diberi. Dalam putaran kehidupan manusia, kewajiban yang melekat pada kita tergantung pada kondisi yang ditaqdirkan, yang kita alami. Seseorang misalnya, selama sekian tahun dalam kemiskinan, maka dia tidak wajib berzakat. Namun ketika dia beranjak mapan, maka dia yang dulu tidak wajib zakat, sekarang menjadi wajib berzakat. Mensucikan jiwa, membersihkan harta. Secara jelas, Allah SWT berfirman bahwa zakat yang dibayarkan adalah faktor pensuci jiwa dan pembersih harta. Dengan berzakat, mata kita tidak lagi bebal dengan kondisi sekitar dan otak kita menjadi tajam ketika melihat kesenjangan sosial. “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat kamu membersihkan dan menyucikan mereka. Sesungguhnya doa kamu menjadi ketentraman jiwa mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (Q.S Attaubah: 103)” Besaran zakat bermacam-macam tergantung tipenya. Bagi orang yang berlebih dari hasil pertanian, besarnya zakat adalah sepersepuluh (10%) dari hasil bersih jika menggunakan murni air hujan, atau seperduapuluh (5%) jika dia menggunakan teknologi dan peralatan tambahan didalam pertaniannya. Bagi mereka yang mendapatkan harta dari jalur niaga, besaran zakat nya adalah seperempatpuluh (2,5%) dari laba yang didapatkan, begitu juga bagi mereka yang bergaji. Dan mereka yang mendapatkan dari perternakan, juga ada besaran zakat yang harus dikeluarkan. Banyak ulama sudah membahas soal ini diantaranya Syekh Yusuf Qardawi dalam kitab Fiqh Zakat. Sebagian ulama berpendapat bahwa zakat wajib dikeluarkan ketika jumlah harta yang ada melampaui batas minimal kekayaan atau yang disebut nishab dan kepemilikan sudah mencapai setahun (haul). Jumlah nishab bervariasi tergantung tipe zakatnya, namun untuk zakat niaga atau profesi, nishabnya adalah 85 gram emas. Jadi jika seseorang memiliki harta yang dihitung lalu mencapai nilai setara dengan 85 gram emas, maka dia wajib zakat. Saat ini, nilai 85 gram emas jika dihitung per gram senilai Rp. 354,000; maka nilanya dalam rupiah setara dengan Rp. 30,090,000 (tiga puluh juta sembilan puluh ribu rupiah). Kesimpulannya, seseorang yang memiliki akumulasi pendapatan (misal gaji) setara dengan nilai diatas setelah dikurangi berbagai keperluan pokok, selama setahun, maka dia wajib berzakat sebesar 2,5% atau sebesar Rp. 752,250 (tujuh ratus lima puluh dua ribu dua ratus lima puluh rupiah). Jumlah ini sama sekali tidak besar karena hanya seperempatpuluh dari harta yang kita miliki dan 97,5% nya masih menjadi milik kita dan sah dimata Allah SWT. Berjamaah secara ekonomi. Dalam agama Islam, menjadi kaya raya tidak dilarang, bahkan dianjurkan agar bisa beramal dengan harta sebanyak-banyaknya dan menjadi jalan bagi kemudahan orang lain. Allah SWT tidak akan pernah menurunkan uang dari langit untuk membantu hambanya yang sedang kesusahan, tapi Dia menyuruh hambanya yang sedang berkecukupan untuk bersikap peduli pada sesamanya yang sedang susah. Berbuat baik dengan berzakat bukanlah untuk siapa-siapa, melainkan untuk kebaikan diri sendiri. Tidak akan berkurang kemuliaan-Nya ketika kita mencoba menipu diri dengan tidak mematuhi aturan-Nya. Yang ada justru adalah bencana yang bertubi-tubi yang akan menimpa. Zakat kita akan menjadi penyelamat bangsa yang sedang resah karena himpitan ekonomi. Tidak hanya berjamaah dalam sholat sebagai ibadah ritual kita, namun berjamaah dalam ekonomi dengan cara berbagi akan lebih memaknai kehidupan. Wallahu ‘alam