SELAMAT DATANG

ASLKM ,,,,

LAZ AR-RAHMAH MAKASSAR YANG BERGERAK DALAM BIDANG PENGUMPULAN DAN PENDISTRIBUSIAN ZAKAT, INFAQ,DAN SEDEKAH, MENAWARKAN KEPADA BAPAK, IBU, SAUDARA, TEMAN-TEMAN UNTUK MENJADI DONATUR DI LEMBAGA KAMI..BAGI YANG BERMINAT BISA MENGHUBUNGI KAMI DI NO

.0411 514 810

(082188950648),,

(085 256 668 824)

BISA DIJEMPUT ATAU MELALUI REKENING BANK MUAMALAT (ZISWAF) : 801.13157.22 A.N PRIHASTUTI BDN LAZ AR-RAHMAH

"SEMOGA ALLAH MEMBERIKAN PAHALA ATAS APA YANG ANDA BERIKAN DAN MEMBERIKAN KEBERKAHAN PADA REZEKI YANG TERSISA "( HR.NASA'I )

ALAMAT KANTOR : JL.PAJJAIYANG NO.17 B DAYA KEC.BIRINGKANAYYA MAKASSAR

Email : lazarrahmah@gmail.com

Rabu, 13 Juni 2012

Pengelolaan Zakat sebagai Fenomena Kebangkitan Umat

Sesuatu yang absurd saat ini kalau orang membicarakan solusi persoalan sosial, ekonomi dan kemiskinan, tanpa mengaitkannya dengan kontribusi zakat. Zakat adalah pranata pertama dalam sejarah peradaban manusia yang bertujuan antara lain untuk menjamin kesejahteraan dan keadilan sosial. Zakat memproteksi kehidupan masyarakat, terutama orang-orang yang lemah (mustad’afin), tidak memiliki penghasilan dan tak punya kehidupan yang teratur. Para cendekiawan Muslim menyimpulkan zakat adalah fondasi pertama dalam membangun jaminan sosial dan takaful al-ijtimaiyah dalam masyarakat Islam. Kemiskinan di tanah air bukanlah karena sumber kesejahteraan yang kurang. Indonesia negara besar di khatulistiwa dengan wilayah yang subur dan kaya sebagai karunia Allah. Angka kemiskinan yang tinggi merupakan dampak sistemik dari kebijakan yang kurang memihak, merajalelanya korupsi kekayaan negara, persoalan pendidikan dan lapangan kerja, hingga kesenjangan pendapatan yang tajam antara golongan kaya dan miskin. Pengelolaan zakat sebagai fenomena kebangkitan umat adalah sebuah perkembangan yang perlu kita syukuri di tanah air. Pengelolaan zakat yang dilakukan secara benar sesuai ketentuan syariah dan pentasyarufannya tepat sasaran, akan mendorong pemerataan kesejahteraan dan mobilitas vertikal ke arah terciptanya keadilan sosial. Pemerintah kini menyadari peran zakat yang tidak bisa diabaikan dalam pembangunan kesejahteraan rakyat. Hal itu setidaknya ditandai dengan lahirnya Undang-Undang tentang Pengelolaan Zakat (UU No 38 Tahun 1999 dan UU No 23 Tahun 1999). Peningkatan Pengelolaan Zakat Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama RI Prof. Dr. Abdul Djamil, MA mengatakan; dalam kurun waktu 11 tahun ini telah terjadi perubahan signifikan mengenai trend tata kelola zakat di tanah air kita. Jika dulu zakat pada umumnya dikelola secara konvensional-tradisional, sekarang dikelola dengan profesional dan punya tatanan yang jelas. Tata kelola zakat semakin jelas dengan lahirnya undang-undang pengelolaan zakat yang baru. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 dinyatakan pengelolaan zakat dilakukan secara terintegrasi melalui peran koordinasi yang dilakukan oleh BAZNAS di tingkat pusat. Untuk itu peran BAZNAS harus diperkuat sebagai lembaga pemerintah non-struktural yang memiliki kapasitas menggerakkan perzakatan di tanah air. Hasil penelitian potensi zakat di Indonesia mencapai Rp 217 Triliun per tahun. Sementara yang bisa terkumpul sampai saat ini adalah Rp 1,8 Triliun. Selisih angka Rp 215 Triliun lebih, itu menjadi sebuah pertanyaan besar (big question); apakah tidak tercatat?, banyak orang yang sudah wajib berzakat tapi tidak dikeluarkan? Kalau begitu, apa alasannya. Apakah karena tidak percaya kepada amil? Alasan lainnya, atau seharusnya mereka perlu didatangi?, tandas Abdul Djamil. Dalam kaitan di atas, lembaga pengelola zakat memiliki peran yang strategis untuk menjalankan ketentuan syariah yang terkait dengan kewajiban menunaikan zakat dan menyalurkan zakat kepada yang berhak menerimanya. Zakat, infaq dan shadaqah yang dihimpun dari umat Islam di seluruh Indonesia melalui organisasi pengelola zakat sesuai wilayah kerjanya masing-masing, seharusnya dapat mengurangi jumlah fakir miskin, atau minimal bisa memproteksi masyarakat Indonesia dari kemiskinan yang terjadi karena berbagai faktor penyebab. Membangun Kesadaran Berzakat Penulis mencermati bahwa membangun kesadaran umat untuk berzakat melalui amil masih perlu ditingkatkan, sehingga pada saatnya diharapkan antara potensi zakat dengan realisasi pengumpulannya tidak lagi menunjukkan disparitas yang besar. Dalam kaitan ini sinergi dan kerjasama organisasi pengelola zakat berbagai lembaga, seperti MUI, ormas-ormas Islam, lembaga pendidikan dan elemen masyarakat lainnya, perlu diperkuat dalam tataran yang lebih substantif. Menurut hemat penulis, satu hal yang perlu dilakukan oleh semua organisasi pengelola zakat adalah mengutamakan model-model program pendayagunaan zakat yang rendah biaya operasionalnya. Hal itu penting dilakukan agar dana zakat, infaq dan shadaqah yang diterima manfaatnya secara langsung oleh fakir miskin akan lebih besar. Sisi lain dari pengelolaan zakat, ialah peningkatan sosialisasi dan edukasi kepada umat melalui berbagai forum dan media, seperti khutbah, pengajian, majelis taklim, hingga publikasi media massa yang dibiayai dari dana operasional lembaga zakat. Di samping itu, kerjasama dan sinergi lembaga zakat dengan lembaga pendidikan perlu dibangun dalam rangka penyiapan SDM zakat yang handal. Lembaga pendidikan, khususnya perguruan tinggi, dapat berperan aktif dalam penelitian sosial untuk menunjang pengelolaan zakat. Peran regulasi sangat penting dalam pengelolaan zakat karena Indonesia adalah negara hukum. Lagi pula dalam ajaran dan sejarah Islam tidak setiap orang atau sekumpulan orang bisa menjalankan tugas sebagai amil zakat tanpa mandat dan legalitas yang jelas. Dalam Islam, tidak diragukan lagi bahwa zakat bukanlah voluntary system, melainkan obligatory system dan mandatory system. Oleh karena itu pentasharufan zakat memiliki keterkaitan erat dengan upaya merealisasikan fungsi zakat sebagai jaminan sosial kepada yang berhak memperolehnya. Sebagaimana kita tahu, mengemis dan meminta-minta adalah hal yang dilarang dalam Islam, maka dari itu amil zakat dituntut agar aktif mencari mustahiq yang perlu dibantu. Program-program pendayagunaan zakat yang mampu mengangkat nama dan citra lembaga tidak selalu menjadi hal yang utama di saat persoalan fakir miskin di dalam masyarakat tidak terselesaikan. Fakir dan miskin merupakan urutan pertama dan kedua dari delapan asnaf mustahiq yang disebutkan dalam Al-Quran surat At-Taubah ayat 60, serta ditegaskan pula dalam Hadits shahih Bukhari Muslim sewaktu Muadz bin Jabal diutus ke Yaman oleh Rasulullah SAW, bahwa zakat itu ”tu’khad min aghniyaaihim faturaddu ila fuqaraaihim” (diambil dari orang-orang kaya mereka untuk diberikan kepada orang-orang miskin di antara mereka). Strategi pentasharufan zakat dalam membangun peradaban zakat di Indonesia tidak boleh bergeser dari landasan pokok di atas. Dengan kata lain, kebutuhan hidup fakir miskin, dan anak-anak terlantar termasuk di dalamnya, haruslah menjadi prioritas utama dalam pentasharufan zakat. Prioritas kebutuhan mustahiq di suatu negara dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti garis kemiskinan, kebutuhan hidup minimum, serta kebutuhan hidup layak. Oleh karena itu, pendayagunaan zakat yang berhasil di suatu negara, belum tentu cocok diterapkan di negara lain dengan kondisi sosial ekonomi serta standar kehidupan masyarakat yang berbeda. Pada akhirnya perlu digaris-bawahi, penerapan prinsip-prinsip syariah dan kemaslahatan umat yang menjadi maqoshid zakat merupakan pilar utama dalam pengelolaan zakat. Amil harus taat pada kaidah syariah dalam pengelolaan zakat, karena itulah yang akan mengawal tegaknya integritas dan kepercayaan masyarakat (public trust) kepada organisasi pengelola zakat. Wallahu a’lam bisshawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar